Selasa, 21 Januari 2014

Laporan Biologi


ACARA 1
KARBOHIDRAT DALAM DAUN

I.       PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Karbohidrat merupakan hasil dari proses fotosintesis pada tumbuhan. Hasil fotosintesis akan diangkut oleh floem ke bagian-bagian tumbuhan yang memerlukan. Apabila glukosa tidak segera diangkut maka akan mengalami kondensasi menjadi amilum yang disimpan dalam plastida (amiloplast). Amilum ini disebut dengan pati.
Daun tanaman mempunyai pigmen klorofil yang merupakan pigmen utama untuk aktivitas fotosintesis. Dalam proses fotosintesis akan dihasilkan karbohidrat berupa pati, pati untuk sementara ditimbun pada daun. Selanjutnya pada saat gelap akan ditranslokasikan ke organ-organ lain baik secara anabolisme maupun katabolisme. Dengan demikian maka pada saat pagi timbunan pati pada jaringan daun telah habis.
Pigmen klorofil tidak larut dalam air, akan tetapi larut dalam alkohol. Dengan demikian gejala klorosis sering terjadi pada tanaman yang system perakarannya mengalami keadaan anaerob (misalnya tergenang air), karena terjadinya proses respirasi anaerob menghasilkan alkohol yang diakumulasikan di dalam daun. Amilum memiliki sifat yang khas, antara lain apabila ditambahkan larutan yodium akan berwarna biru (ungu).
Pemindahan energi dari sinar matahari ke dalam tanaman dilaksanakan dengan perantara klorofil. Senyawa tersebut terdapat dalam sebuah organel vital bagi tanaman yaitu khloroplas. Proses fotosintesis akan menghasilkan karbohidrat, terutama glukosa. Diantara berbagai karbohidrat yang penting yang dapat dibentuk oleh tumbuhan dari glukosa adalah selulosa, sukrosa dan pati/amilum. Amilum di dalam tumbuhan banyak tersimpan dalam akar, umbi ataupun biji-bijian. Butir-butir amilum itu sebenarnya semula terdapat di dalam kloroplas daun sebagai hasil fotosintesis. Pada kebanyakan tumbuhan dikotil maupun monokotil, pati mulai terkumpul pada daun segar setelah terjadi proses fotosintesis yang berjalan cepat, sehingga pada tanaman dikotil mempunyai daun pati sedangkan daun monokotil mempunyai daun gula.
Amilum terdiri dari campuran amilosa dan amilopektin. Amilosa bereaksi dengan Iod (I) menghasilkan perubahan warna komplek merah ungu. Warna ini ditimbulkan oleh ikatan lemah di antara molekul pati/amilum dan Iod.
Karbohidrat merupakan suatu golongan senyawa yang terdiri dari atau dapat dihidrolisis menjadi polisakarida aldehid dan keton. Karbohidrat dalam tanaman adalah tepung atau amilum berupa pati. Amilum adalah homopolimer (suatu polimer yang terbentuk oleh hanya satu macam unit monomerik) dari glukosa yang digabung oleh mata rantai yang sama dengan maltosa. Macam amilum utama adalah amilosa dan amilopektin (bila dilarutkan dengan iodin memberikan warna merah ungu). Sedangkan amilosa memberikan warna biru.

1.2  Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari kegiatan praktikum ini untuk mengamati simpanan amilum dalam daun.














II.  METODE PRAKTIKUM

2.1  Waktu dan Tempat
Hari / tanggal       : Sabtu, 20 Desember 2013
Pukul                    : 10.00-15.00 wita
Tempat                 : Laboratorium Ilmu Dasar (LID) STIPER Kutai Timur

2.2 Bahan dan Alat
1.      Bahan
a.       Daun bermacam-macam (bibit tanaman)
b.      Alkohol 95%
c.       Larutan J-KJ
d.      Kertas timah (Alumunium foil)

2. Alat
a.       Cawan petri
b.      Waterbath
c.       Gelas Ukur
d.      Penjepit

2.3  Prosedur Kerja
1.      Sebelum daun terkena sinar matahari, sebagian ditutup dengan kertas timah dan dijepit rapat, biarkan terkena cahaya (dijemur)
2.      Daun-daun tersebut kemudian dipotong, dimasukkan dalam cairan Alkohol panas selama ± 20 menit.
3.      Cuci daun-daun tersebut dengan air panas, masukkan dalam larutan J-KJ pada cawan petri selama beberapa menit.
4.      Daun dibilas dengan air agar J-KJ larut, daun dibentangkan dan diamati perbedaan warna pada bagian yang terbuka dan tertutup kertas timah.
5.      Warna ungu gelap menunjukkan amilum dalam daun.
6.      Ulangi dengan jenis tanaman yang lain!
7.      Jelaskan perbedaan warna daun berisi amilum dan yang tidak!



























III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1  Hasil
Hasil percobaan dapat disajikan pada tabel berikut:
Tabel 1. Perubahan warna pada daun
NO
JENIS DAUN
PERUBAHAN WARNA DAUN
Ungu Gelap
Ungu Biasa
Tidak Berwarna
1
 Ulin (Eusideroxylon zwageri)

-
-
2
 Ulin (Eusideroxylon zwageri)

-
-
3
 Ulin (Eusideroxylon zwageri)

-
-
4
 Durian (Durio zibethinus)

-
-
5
 Durian (Durio zibethinus)

-
-
6
 Durian (Durio zibethinus)

-
-
7
 Gaharu (Aguilaria sp)
-
-

8
 Gaharu (Aguilaria sp)
-
-

Gambar 1
Judul               : Karbohidrat dalam daun
Tujuan             : Mengamati amilum pada daun



                                                                                                 

 




                                                                       

Keterangan:
Pengamatan amilum pada daun setelah dibungkus dengan kertas timah, lalu dijemur di bawah sinar matahari, dicuci dengan air panas dan alkohol kemudian direndam dengan larutan J-KJ.




3.2  Pembahasan
Uji coba yang dilakukan percobaan amilum pada daun menggunakan larutan J-KJ dan alkohol 95% pada beberapa daun yang telah dibungkus dengan alminium foil dan dijemur selama 30 menit, maka yang diamati adalah adanya perubahan warna pada beberapa daun. Adanya perubahan warna daun menjadi ungu menunjukan daun tersebut mengandung amilum. Terjadi perubahan warna berbeda-beda pada daun ada yang ungu, ungu tua dan ada yang tidak berubah warna. Hal ini menunjukan bahwa kandungan amilum dalam  daun berbeda-beda.
Percobaan menggunakan daun pohon ulin (Eusideroxylon zwageri), terjadi perubahan warna pada ketiga daun, yaitu menjadi warna ungu gelap. Hal ini menunjukan bahwa dalam daun ulin terdapat kandungan amilum. Pada daun durian (Durio zibethinus) dengan menggunakan perlakuan yang sama, hasilnya menunjukan bahwa terjadi perubahan warna yang sama yaitu menjadi ungu tua. Hal ini menunjukan bahwa daun durian juga mengandung amilum. Hasil yang berbeda terjadi pada daun gaharu (Aguilaria sp). Hasil uji coba menunjukan tidak terjadi perubahan warna pada daun gaharu. Ini menunjukan daun gaharu tidak memiliki amilum atau kandungan amilumnya sedikit. Kebanyakan dikotil maupun monokotil, pati mulai terkumpul pada daun segar setelah fotosintesis, sehingga tanaman dikotil mempunyai daun pati dan monokotil mempunyai daun gula.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1  Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan maka dapat disimpulkan :
1.      Proses fotosintesis memerlukan energi cahaya matahari untuk mereaksikan karbondioksida (CO2) dan air ( H2O) menjadi karbohidrat.
2.      Amilum yang terbentuk tersimpan dalam kloroplas dan dapat bereaksi dengan iodium membentuk warna ungu kehitaman
3.      Bagian tidak terkena cahaya matahari tidak melakukan reaksi fotosintesis sehingga amilum tidak terbentuk.
4.2  Saran
Pada saat melakukan perlakuan pada tanaman, sebaiknya dilakukan dengan teliti jangan sampai ada daun tanaman yang tidak terbungkus dengan baik. Selain itu, usahakan saat merendam daun, menggunakan dengan air panas agar hasilnya maksimal.















ACARA 2
Pengaruh Suhu Dan Cahaya Terhadap Fotosintesis

I. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Cahaya, CO2 dan suhu mempengaruhi proses fotosintesis. Faktor lainnya yang penting dalam mengontrol proses ini adalah konsentrasi klorofil, defisit air dan konsentrasi enzim. Konsentrasi klorofil pada tingkat yang cukup rendah dapat membatasi laju fotosintesis (Ismail, 2011).
Tumbuhan tingkat tinggi untuk memperoleh makanan sebagai kebutuhan pokoknya agar tetap bertahan hidup, tumbuhan tersebut harus melakukan suatu proses yang dinamakan sintesis karbohidrat. Proses tersebut terjadi di bagian daun tumbuhan yang memiliki klorofil dengan menggunakan cahaya matahari. Cahaya matahari merupakan sumber energi yang diperlukan tumbuhan untuk proses tersebut. Tanpa adanya cahaya matahari tumbuhan tidak akan mampu melakukan proses fotosintesis, hal ini disebabkan klorofil yang berada di dalam daun tidak dapat menggunakan cahaya matahari. Klorofilhanya akan berfungsi bila ada cahaya matahari (Dwidjoseputro, 1986).
Fotosintesis adalah suatu proses yang hanya terjadi pada tumbuhan yang berklorofil dan bakteri fotosintetik, dimana energi matahari (dalam bentuk foton) ditangkap dan diubah menjadi energi kimia (ATP dan NADPH). Energi kimia digunakan sebagai bahan baku pembentukan karbohidrat, yang disusun melalui fiksasi karbondioksida dan air (Devlin, 1975). Fotosintesis diartikan sebagai suatu proses biokimia pembentukan zat makanan atau energi yaitu glukosa dilakukan tumbuhan, alga, dan beberapa jenis bakteri menggunakan zat hara, karbondioksida dan air serta dibutuhkan bantuan energi cahaya matahari. Hampir semua mahluk hidup bergantung dari energi dihasilkan dalam fotosintesis. Akibatnya fotosintesis menjadi sangat penting bagi kehidupan. Fotosintesis menghasilkan sebagian besar oksigen yang terdapat di atmosfer dan energi.
Fotosintesis adalah suatu proses biokimia pembentukan zat makanan karbohidrat yang dilakukan oleh tumbuhan, terutama tumbuhan yang mengandung zat hijau daun atau klorofil. Selain tumbuhan berklorofil, makhluk hidup non-klorofil lain yang berfotosintesis adalah alga dan beberapa jenis bakteri. Organisme ini berfotosintesis dengan menggunakan zat hara, karbon dioksida, dan air serta bantuan energi cahaya matahari. Organisme fotosintesis disebut fotoautotrof karena mereka dapat membuat makanannya sendiri. Pada tanaman, alga, dan cyanobacteria, fotosintesis dilakukan dengan memanfaatkan karbondioksida dan air serta menghasilkan produk buangan oksigen. Tingkat penyerapan energi oleh fotosintesis sangat tinggi, yaitu sekitar 100 terawatt, atau kira-kira enam kali lebih besar daripada konsumsi energi peradaban manusia. Selain energi, fotosintesis juga menjadi sumber karbon bagi semua senyawa organik dalam tubuh organism.
Pada tumbuhan tingkat tinggi, biasanya kloroplas terbatas pada sel-sel batang muda, buah-buah belum matang, dan daun. Daun inilah yang merupakan pabrik fotosintesis sebenarnya pada tumbuhan. Irisan melintang melalui daun yang khas  menyingkap beberapa lapisan-lapisan jaringan yang berbeda-beda. Permukaan atas daun tertutup  selapis sel tunggal yang menyusun epidermis atas. Sel-sel ini sedikit atau tidak memiliki kloroplas. Karena itu, agak transparan dan membiarkan sebagian besar cahaya yang mengenainya melewati sel-sel di bawahnya. Sel-sel tersebut juga mengeluarkan suatu zat yang transparan seperti lilin yang dinamakan kutin. Bahan membentuk kutikula, yang berfungsi sebagai penghalang lembab di permukaan atas daun tersebut, jadi mengurangi hilangnya air dari daun (Campbell, 2004).
Jika intensitas cahaya atau konsentrasi CO2 menjadi faktor pembatas fotosintesis maka suhu tidak akan mempengaruhi fotosintesis atau sangat sedikit sekali mempengaruhi karena reaksi fotokimia tidak peka terhadap suhu (Q10 = 0,1) dan difusi mempunyai Q10 = 1,5. Laju fotosintesis bersifat bersifat tanggap terhadap suhu jika cayaha bukan merupakan faktor pembatas. Pada reaksi selanjutnya yaitu reaksi enzimatik kenaikan suhu akan mempengaruhi laju dan keseluruhan proses fotosintesis. Selain faktor-faktor luar seperti suhu, intensitas cahaya dan CO2 yang mempengaruhi fotosintesis, faktor dalam yang juga penting mempengaruhi faktor ini adalah konsentrasi klorofil, defisit air dan konsentrasi enzim (Lakitan, 2011).
Cahaya bagi tumbuhan hijau akan dimanfaatkan dalam proses fotosintesis pada reaksi terang yang akan menghasilkan energi dan hasil sampingan berupa O2 (gelembung udara). Dalam percobaan ini bertujuan untuk mengamati seberapa besar pengaruh intensitas cahaya terhadap jumlah oksigen yang dihasilkan, hal ini dikarenakan oksigen dapat diamati secara kasat mata dan dapat dengan mudah dihitung volumenya. Namun jika dalam percobaan dikaitkan dengan faktor suhu, maka yang akan menjadi faktor pembatas adalah intensitas cahaya, jika dalam jumlah kecil akan menimbulkan pengaruh terhadap jumlah oksigen yang dikeluarkan (Thomas JB, 1965).
Fotosintesis juga terjadi proses metabolisme lain yang disebut respirasi. Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan oksigen dan dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam respirasi anaerob dimana oksigen tidak atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain karbondiokasida, seperti alkohol, asetaldehida atau asam asetat dan sedikit energi (Lovelles, 1997).

1.2  Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu mengamati pengaruh suhu dan intensitas cahaya terhadap proses fotosintesis.




II. METODE PRAKTIKUM
2.1.  Waktu dan tempat
Hari / tanggal     : Sabtu, 20 Desember 2013
Pukul                 : 10.00 - 15.00 wita
Tempat               : Laboratorium Ilmu Dasar (LID) STIPER Kutai Timur

2.2.  Alat dan bahan
a.       Alat
1.      Tabung reaksi
2.      Gelas piala
3.      Corong gelas
4.      Filter
5.      Thermometer digital
6.      Lampu
7.      Handcounter
b. Bahan
1. Tanaman Ageratum conyzoides
2. Larutan natrium bikarbonat
3. Akuades

2.3. Cara Kerja
a.       Air disiapkan di gelas piala, ditambahkan beberapa tetes larutan Natrium bikarbonat.
b.      Beberapa potong cabang Ageratum conyzoides disiapkan panjang 10 cm.
c.       Tanaman Ageratum conyzoides di bawah corong.
d.      Pangkal tanaman menghadap kearah pipa corong yang ditutup tabung reaksi yang telah diisi penuh dengan air.
e.       Pengamatan laju fotosintesis dilakukan pada intensitas cahaya yang berbeda dengan mengatur jarak lampu dan tumbuhan dan plastic filter dengan warna yang berbeda.
f.       Lampu diletakkan pada jarak 20 dan 30 cm di depan gelas piala dan diamati terbentuknya gelembung – gelembung udara pada tabung reaksi.
g.      Filter dengan warna berbeda diletakkan didepan gelas piala dan diamati perbedaan jumlah gelembung udara yang terbentuk dalam tabung reaksi.
h.      Gelembung oksigen yang terjadi terkumpul dalam tabung reaksi. Banyaknya gelembung yang muncul persatuan waktu dapat digunakan sebagai petunjuk laju fotosintesis.
i.        Banyaknya jumlah gelembung persatuan waktu pada intensitas cahaya dan filter yang berbeda dihitung dan dicatat.
j.        Buatlah grafik hubungan intensitas cahaya denganjumlah gelembung.

k.       
III.  HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1  Hasil
Dari  pengamatan yang dilakukan, maka hasil dapat dilihat pada :
Tabel 2. Tabel pengaruh cahaya terhadap fotosintesis.
Perlakuan
Jumlah gelembung udara pada :
1 menit
5 menit
10 menit
Intensitas cahaya
20 cm
4
8
13
30 cm
3
6
10
Filter
Biru
2
5
7
Merah
2
6
8
Kontrol
3
6
9
Suhu
27°C
6
12
19
37°C
8
15
21




Gambar 2
Judul   : Pengaruh cahaya terhadap fotosintesis.
Tujuan : Mengamati pengaruh suhu dan intesitas cahaya terhadap fotosintesis


Waktu : 13.00-17.00 Wita


 

3.2  Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dan perlakuan – perlakuan yang diberikan pada pengamatan pengaruh suhu dan cahaya terhadap fotosintesis. Pada pengamatan ini yang diamati yaitu jumlah gelembong udara yang keluar dari tumbuhan Ageratum conyzoides tersebut.
Dengan perlakuan menggunakan intensitas cahaya dengan jarak lampu yang berbeda, pada jarak intensitas cahaya 20 cm jumlah gelembung pada menit pertama yaitu 4 gelembung, sedangkan pada menit ke-5 dengan jarak dan intensitas cahaya yang sama terhitung 8 gelembung yang timbul, dan pada menit ke-10 dengan jarak dan intensitas yang sama terhitung 13 gelembung. Sedangkan pada intensitas cahaya dengan jarak 30 cm, pada menit pertama terhitung 3 gelembung yang timbul, dan pada menit ke-5 jumlah gelembung yang timbul sebanyak 6 gelembung, sedangkan pada menit ke-10 dengan jumlah gelembung yang terhitung yaitu 10 gelembung. Banyaknya jumlah gelembung yang dapat dihitung bergantung pada jarak intensitas cahayanya, semakin dekat maka tanaman akan semakin banyak mengeluarkan gelembung udara sedangkan jika intensitas cahayanya jauh maka jumlah gelembungnya semakin sedikit.
Cahaya sangat berpengaruh dalam proses fotosintesis, hal ini dibuktikan dengan perlakuan menggunakan cahaya. Apabila cahayanya jaraknya jauh maka gelembung yang dikeluarkan lebih sedikit dibandingkan dengan bila cahayanya dekat maka gelembung yang dikeluarkan oleh tanaman akan semakin banyak.
            Sadangkan pengamatan dengan menggunakan filter dengan warna yang berbeda-beda maka hasilnya akan sangat berbeda. Pada perlakuan dengan menggunakan filter dengan warna biru maka pada menit pertama jumlah gelembung yang yang keluar sebanyak 2 gelembung, dan pada menit ke-5 jumlah gelembung yang keluar yaitu sebanyak 5 gelembung, sedangkan pada menit ke-10 jumlah gelembung yang keluar yaitu 7 gelembung. Jika menggunakan filter warna merah maka pada menit pertama jumlah gelembung yang muncul sebanyak 2 gelembung, pada menit ke-5 jumlah gelembung yang timbul sebanyak 6 gelembung, dan pada menit ke-10 jumlah gelembung yang muncul sebanyak 8 gelembung. Sedangkan jika tidak menggunakan filter atau kontrol maka jumlah gelembung yang muncul pada menit pertama sebanyak 3 gelembung, sedangkan pada menit ke-5 dengan jumlah 6 gelembung, dan pada menit ke-10 jumlah gelembung yang timbul yaitu sebanyak 9 gelembung.
            Perlakuan dengan menggunakan filter tidak begitu berpengaruh, hal ini dibuktikan dengan data-data pada tabel yang menunjukan antara filter merah biru dan kontrol jumlah gelembung yang dikeluarkan tidak selalu lebih banyak atau lebih sedikit.
            Pada perlakuan suhu maka suhu 27oC atau sama dengan suhu ruangan pada menit pertama tanaman tersebut mengeluarkan gelembung sebanyak 6 gelembung, sedangkan pada menit ke-5 tanaman tersebut mengeluarkan gelembung sabanyak 12 gelembung, dan pada menit ke-10 sebanyak 19 gelembung udara. Dan jika pada perlakuan suhu 37oC atau samadengan suhu luar ruangan pada menit pertama tanaman tersebut mengeluarkan gelembung sebanyak 8 gelembung, sedangkan pada menit ke-5 tanaman tersebut mengeluarkan gelembung sebanyak 15 gelembung, dan pada menit ke-10 tanaman tersebut mengeluarkan gelembung sebanyak 21 gelembung udara.
            Suhu sangat berpengaruh dalam proses fotosintesis, hal ini dibuktikan dengan pada perlakuan ke tiga. Dimana jika suhunya tinggi waktu pengamatan maka gelembung yang dikeluarkan akan semakin banyak dibandingkan dengan suhu rendah, jika suhu rendah maka jumlah gelembung akan sedikit atau proses fotosintesisnya lambat. Hal ini dibuktikan pada suhu 27oC pada menit ke 10 hanya mengeluarkan gelembung sebanyak 19, sedangkan pada suhu 37oC yang mengeluarkan gelembung sebanyak 21 gelembung.
            Berdasarkan pengamatan tersebut pengaruh suhu dan cahaya terhadap fotosintesis sangat besar, jika intensitas cahayanya samakin dekat dan suhunya semakin tinggi maka laju fotosintesis akan semakin cepat, hal ini dibuktikan dengan banyaknya gelembung yang keluar dari tanaman tersebut.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Dari praktikum tersebut dapat disimpulkan bahwa jika intensitas cahaya semakin dekat dan dengan suhu udaranya semakin tinggi maka faktor tersebut akan mempercepat proses fotosintesis pada tumbuhan.

4.2. Saran
Pada saat praktikum terutama waktu memberikan perlakusan yang berbeda sebaiknya berhati-hati pada tanaman yang akan diberikan perlakuan dan pada saat memasukan tanaman ke tabung dan jangan sampai ada gelembung udara yang ikut masuk kedalam tabung yang telah berisi air.


ACARA 3
TEKANAN OSMOSIS CAIRAN PADA SEL DAUN
I.  PENDAHULUAN
1.1 Landasan Teori
Osmosis merupakan pergerakan air atau pelarut lain dari potensial air tinggi ke potensial air rendah yang melewati membran semi permeabel. Tekanan osmosis cairan sel dapat dihitung dengan metode plasmolisis. Plasmolisis adalah peristiwa terlepasnya membran plasma dari dinding sel. Tekanan osmosis cairan sel dapat diamati dan diukur dengan menggunakan bahan daun Roeo discolor. Bagian daun yang mudah untuk diamati adalah sel epidermis permukaan bawah daun. Sel epidermis tanaman ini terdapat pigmen antosianin dalam vakuolanya, sehingga mudah diamati menggunakan mikroskup. Salah satu alasan mengapa tekanan osmotik juga merupakan mekanisme utama dalam pengangkutan air ke bagian atas tumbuhan adalah karena daun terus-menerus kehilangan air ke udara.
Daun memiliki kemampuan daya isap.  Daya isap merupakan kemampuan daun untuk mengambil atau menyerap air dari batang karena tekanan osmosis sel-sel daun lebih tinggi dibandingkan sel-sel pada batang. Perbedaan tekanan osmosis disebabkan oleh daun yang selalu mengeluarkan airnya lewat peristiwa gutasi.
Suatu keadaan yang menarik adalah terjadinya plasmolisis.  Keadaan ini  merupakan dampak dari peristiwa osmosis. Jika sel tumbuhan diletakkan di larutan garam terkonsentrasi (hipertonik), sel tumbuhan akan kehilangan air dan juga tekanan turgor, menyebabkan sel tumbuhan lemah. Tumbuhan dengan sel dalam kondisi seperti ini layu. Kehilangan air lebih banyak akan menyebabkan terjadinya plasmolisis: tekanan terus berkurang sampai di suatu titik di mana protoplasma sel terkelupas dari dinding sel, menyebabkan adanya jarak antara dinding sel dan membran. Akhirnya cytorrhysis runtuhnya seluruh dinding sel dapat terjadi. Tidak ada mekanisme di dalam sel tumbuhan untuk mencegah kehilangan air secara berlebihan, juga mendapatkan air secara berlebihan, tetapi plasmolisis dapat dibalikkan jika sel diletakkan di larutan hipotonik. Proses yang sama terjadi pada sel hewan yang disebut krenasi.

1.2  Tujuan
Tujuan dalam praktikum acara ini yaitu untuk mengetahui dan menghitung tekanan osmosis cairan sel dengan metode plasmolisis.
















II.  METODE PRAKTIKUM
2.1  Waktu dan Tempat
Hari / tanggal       : Sabtu, 20 Desember 2013
Pukul                    : 10.00 - 15.00 wita
Tempat                 : Laboratorium Ilmu Dasar (LID) STIPER Kutai Timur
2.2  Bahan dan Alat
a.  Bahan
1. Daun Cordyline terminalis
2. Larutan sukrosa
3. Akuades
b. Alat
1. Mikroskop                                4. Gelas penutup
2. Tabung reaksi                           5. Pisau silet
3. Gelas benda
2.3 Cara kerja
Larutan Glukosa
  1. Buat larutan glukosa konsentrasi 0.14M, 0.22M dan 0.28M
  2. Siapkan 3 buah tabung reaksi dan isikan larutan glukosa 5 ml dan tulis konsentrasi larutan pada masing-masing tabung
  3. Sayat epidermis yang berwarna dari daun Rhoeo discolor dengan silet. Usahakan untuk menyayat hanya selapis sel saja dengan menyertakan antosianin yang berada di vakuolanya.
  4. Amati dengan mikroskop untuk melihat hasil sayatan. Setelah itu, masukkan sayatan ke dalam tabung dan catat waktu mulai perendaman
  5. Setelah 30 menit, sayatan diambil dan diamati dengan mikroskop
  6. Hitung jumlah sel dalam satu bidang pandang mengalami plasmolisis. Larutan menyebabkan separuh dari jumlah sel mengalami plasmolisis dianggap mempunyai tekanan osmosis sama dengan cairan sel.
Catatan :
  1. Pengamatan pertama : irisan yang ditetesi akuades (control).
  2. Sel dikatakan mengalami plasmolisis jika menunjukkan kecenderungan terlepas dari dinding sel terutama pada bagian sudut. Satuan tekanan osmosis sel : Pa (Pascal)
  3. Tekanan Osmosis Sel = ( 22,4 x M x T)/273
M : konsentrasi larutan,           T : suhu ruang saat percobaan
           (dalam satuan Fahrenheit).
Cara kerja Larutan Garam
  1. Buat larutan garam konsentrasi 0.14M, 0.22M dan 0.28M
  2. Siapkan 3 buah tabung reaksi dan isikan larutan garam 5 ml dan tulis konsentrasi larutan pada masing-masing tabung
  3. Sayat epidermis yang berwarna dari daun Rhoeo discolor dengan silet. Usahakan untuk menyayat hanya selapis sel saja dengan menyertakan antosianin yang berada di vakuolanya.
  4. Amati dengan mikroskop untuk melihat hasil sayatan. Setelah itu, masukkan sayatan ke dalam tabung dan catat waktu mulai perendaman
  5. Setelah 30 menit, sayatan diambil dan diamati dengan mikroskop
  6. Hitung jumlah sel dalam satu bidang pandang mengalami plasmolisis. Larutan menyebabkan separuh dari jumlah sel mengalami plasmolisis dianggap mempunyai tekanan osmosis sama dengan cairan sel.


Catatan :
  1. Pengamatan pertama : irisan yang ditetesi akuades (control).
  2. Sel dikatakan mengalami plasmolisis jika menunjukkan kecenderungan terlepas dari dinding sel terutama pada bagian sudut. Satuan tekanan osmosis sel : Pa (Pascal)
  3. Tekanan Osmosis Sel = ( 22,4 x M x T)/273
M : konsentrasi larutan,           T : suhu ruang saat percobaan
           (dalam satuan Fahrenheit).















III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1  Hasil
Dari pengamatan yang dilakukan, hasil dapat disajikan pada tabel berikut
Tabel 3. Menghitung tekanan osmosis pada tumbuhan
NO
JENIS DAUN
TEKANAN OSMOSIS (PLASMOLISIS)
Larutan uji
Jumlah Sel (control)
Jumlah Sel
Larutan uji
Tekanan Osmosis

1.
Tanaman hias
(Cordyline terminalis)
 Glukosa 0.14
21 x 13 = 273
15 x 08 = 120
0,86 Pa
 Glukosa 0.22
21 x 13 = 273
18 x 10 = 180
1,35 Pa
 Glukosa 0.28
21 x 13 = 273
22 x 11 = 242
1,72 Pa
 Suhu 240C
Suhu 75,20F



2.
Tanaman Hias
(Cordyline terminalis)
 Garam 0.14
21 x 13 = 273
16 x 10 = 160
0,86 Pa
 Garam 0.22
21 x 13 = 273
18 x 10 = 180
1,35 Pa
 Garam 0.28
21 x 13 = 273
18 x 11 = 198
1,72 Pa


 Suhu 240C
Suhu 75,20F


Gambar 3
Judul               : Tekanan Osmosis Cairan Pada Sel Daun
Tujuan             : Menghitung tekanan osmosis cairan sel dengan metode plasmolisis








3.2  Pembahasan
Terjadinya osmosis pada sel tumbuhan dipengaruhi oleh konsentrasi zat terlarut dalam sebuah larutan yang ada di dalam sel. Larutan yang memiliki konsentrasi tinggi akan berpindah ke konsentrasi yang lebih rendah sehingga jumlah sel mengalami perubahan.
Perlakuan uji coba tekanan osmosis pada daun dengan menggunakan larutan glukosa dengan tiga konsentrasi yang berbeda menunjukan bahwa pada saat daun Cordyline terminalis belum direndam dalam larutan glukosa maka jumlah selnya adalah sebanyak 273. Pada saat direndam dalam larutan dengan konsentrasi 0.14 maka terhitung jumlah selnya 120 dengan tekanan osmosis 0,86 Pa, selanjutnya menggunakan larutan konsentrasi 0.22, maka jumlah sel pada daun adalah 180 dengan tekanan osmosis 1,35 Pa, dan untuk konsentrasi 0.28 jumlah selnya adalah 242 dengan tekanan osmosis 1,72 Pa.
Perlakuan yang sama daun Cordyline terminalis dengan menggunakan larutan garam (NaCl) pada tiga konsentrasi yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda yaitu pada saat daun direndam dengan larutan garam pada konsentrasi 0.14 jumlah sel yang terhitung adalah 160 dengan tekanan osmosis 0,86 Pa, selanjutnya konsentrasi 0.22 jumlah sel yang terhitung 180 dengan tekanan osmosis 1,35 Pa, dan perlakuan terakhir konsentrasi 0.28 maka jumlah sel yang terhitung adalah 198 dengan tekanan osmosis 1,72 Pa.
Pada kedua hasil uji coba yang dilakukan dapat diketahiu bahwa semakin banyak konsentrasi zat terlarut dalam sebuah larutan maka tekanan osmosis semakin besar.







IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1  Kesimpulan
Dari praktikum yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1.      Semakin besar konsentrasi larutan zat, maka tekanan osmosis semakin besar pula.
2.      Tekanan osmosis dipengaruhi oleh jumlah zat terlarut dalam larutan sel.


4.2  Saran
Dalam melaksanakan perlakuan pada uji coba tekanan osmosis cairan pada sel disarankan agar dalam membuat larutan gula dan garam diperlukan ketelitian agar konsentrasi zat yang dibuhtukan tepat dan hasil pengamatan yang diperoleh dapat maksimal.












ACARA 4
IMBIBISI AIR DALAM BIJI NANGKA
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Imbibisi merupakan salah satu proses difusi yang terjadi pada tanaman. Imbibisi merupakan masuknya air pada ruang interseluler dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. Proses imbibisi tidak melibatkan membran seperti pada peristiwa osmosis. Imbibisi terjadi karena permukaan-permukaan struktur mikroskopik dalam sel tumbuhan, seperti selulosa, butir pati, protein, dan bahan lainnya yang dapat menarik dan memegang molekul-molekul air dengan gaya tarik antarmolekul. Peristiwa imbibisi juga bisa dikatakan sebagai suatu proses penyusupan atau peresapan air ke dalam ruangan antar dinding sel, sehingga dinding selnya akan mengembang. Misalnya masuknya air pada biji nangka yang direndam dalam air selama 15 menit.
            Peristiwa imbibisi juga bisa dikatakan sebagai suatu proses penyusupan atau peresapan air ke dalam ruangan antar dinding sel, sehingga dinding selnya akan mengembang. Misalnya masuknya air pada biji saat berkecambah dan biji yang direndam dalam air beberapa jam. Perbedaan antara osmosis dan imbibisi yaitu pada imbibisi terdapat adsorban. Ada dua kondisi yang diperlukan untuk terjadinya imbibisi adalah adanya gradient potensial air antara permukaan adsorban dengan senyawa yang diimbibisi. Imbibisi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu temperatur dan potensial osmosis senyawa yang diimbibisi. Temperatur tidak mempengaruhi kecapatan imbibisi, sedangkan potensial osmosis dapat
mempengaruhi. Saat biji nangka yang kering direndam dalam air, air akan masuk ke ruang antarsel penyusun endosperm secara osmosis. Peristiwa tersebut termasuk peristiwa imbibisi. Kecepatan imbibisi berbanding lurus dengan kenaikan suhu dan berbanding terbalik dengan kenaikan konsentrasi zat.
Dinding sel hidup selalu rembes dan kadang-kadang dikelilingi oleh larutan cair yang bersinambung dari satu sel ke sel lainnya, sehingga membentuk suatu jalinan pada seluruh tumbuhan. Dipandang dari sudut hubungannya dengan larutan ini, sebuah sel tumbuhan biasanya dapat dibandingkan dengan sistem osmosis tipe tertutup. Kedua selaput sitoplasma, yaitu plasmalema di sebelah luar dan tonoplas di sebelah dalam, kedua-duanya sangat permeabel terhadap air, tetapi relatif tak permeabel terhadap bahan terlarut, sehingga untuk mudahnya seluruh lapisan sitoplasma itu dapat dianggap sebagai membran sinambung dan semi-permeabel.
Banyak benda-benda kering atau benda setengah padat dapat menyerap air (absorpsi) karena benda-benda tersebut mengandung materi koloid yang hidrofil. Hidrofil artinya menarik air. Contoh pada tumbuhan misalnya biji yang kering. Penyerapan air dipengaruhi faktor dalam (disebut pula faktor tumbuhan) yaitu:
a.       Kecepatan transpirasi : semakin cepat transpirasi makin cepat penyerapan.
b.      Sistem perakaran : tumbuhan yang mempunyai system perakaran berkembang baik, akan mampu mengadakan penyerapan lebih kuat karena jumlah bulu akar banyak.
c.       Kecepatan metabolisme : karena proses penyerapan memerlukan energi, maka semakin cepat metabolisme (terutama proses respirasi) akan mempercepat penyerapan.

1.2 Tujuan
      Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu mengukur imbibisi pada biji tanaman.








II. METODE PRAKTIKUM
2.1  Waktu dan Tempat
      Hari / tanggal        : Sabtu, 20 Desember 2013
      Pukul                     : 10.00-15.00 wita
      Tempat                  : Laboratorium Ilmu Dasar (LID) STIPER Kutai Timur

2.2  Alat dan Bahan
a. Alat
1. Timbangan analitik
2. Beaker glass 250 ml
b. Bahan
1. Biji Nangka 46.75 gram
2. Aquades atau air kran           
2.3 Prosedur Kerja
  1. Timbang antara 10 biji nangka dengan timbangan analitik
  2. Rendam biji nangka dalam gelas beaker 250 ml yang diisi air 100 ml
  3. Angkat dan timbang kembali biji nangka, interval waktu perendaman selama 15 menit.
  4. Ukur air yang tersisa (ml) setelah biji nangka diangkat dari gelas beaker
  5. Ulangi kegiatan seperti di atas, dengan merendam sebanyak 10 biji nangka yang baru, lama perendaman 30 menit.
  6. Buatlah grafik hubungan waktu perendaman dengan banyaknya air yang diserap oleh biji nangka.
  7. Jumlah air yang diserap = berat biji nangka (sesudah direndam–sebelum direndam)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1  Hasil
Dari pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil berikut:
No
Jumlah Biji
Lama Rendam (menit)
Berat Awal (gr)
Berat setelah direndam (gr)
Vol air
awal (ml)
Vol air
akhir (ml)
Imbibisi (gr)
Imbibisi (ml)
1.
20
15
94.00
96.00
100
80
2.0
20
2.
15
15
65.00
66.50
100
91
1.5
9
3.
10
15
46.75
47.45
100
95
0.7
5
Tabel 4. Mengukur imbibisi pada biji nangka (Artocarpus sp)
Gambar 4
Judul               : Imbibisi air dalam biji nangka (Artocarpus sp)
Tujuan             : Mengukur imbibisi pada tanaman
    
    








3.2  Pembahasan
Imbibisi pada biji nangka (Artocarpus sp) menunjukan bahwa air dapat menyusup kedalam dinding sel karena adanya ruang intraseluler dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. Imbibisi mengakibatkan pertambahan berat pada biji nangka dan berkurangnya volume air.
Pada percobaan pertama dengan menggunakan 20 biji nangka dengan berat awal 94 garam dan setelah direndam selama 15 menit maka pertambahan berat menjadi adalah 96 gram. Jadi uji coba pertama menunjukan imbibisi  sebanyak 2 gram. Pada percobaan yang kedua dengan menggunakan 15 biji nangka dengan berat awal biji nangka adalah 65 gram, dan setelah direndam selama 15 menit berat bertambah menjadi 66.50 gram. Jadi pada percobaan yang kedua imbibisi air sebanyak 1.5 gram. Pada percobaan yang ketiga dengan menggunakan 10 biji nangka dengan berat 46.75 dan setelah direndam selama 15 menit berat bertambah menjadi 47.45 gram. Jadi percobaan ketiga menunjukan imbibisi sebanyak  0.70 gram.
Imbibisi juga dapat diamati melalui perubahan volume air yang digunakan untuk merendam biji nangka. Pada uji coba pertama volume air mula-mula adalah 100 ml, dengan jumlah biji yang digunakan adalah 20, dan volume air berkurang menjadi 80 ml. Jadi uji pertama menunjukan imbibisi air sebanyak 20 ml. Pada percobaan kedua dengan menggunakan 15 biji nangka, volume air awal adalah 100 ml, dan setelah direndam volume berkurang menjadi 91 ml. Jadi percobaan kedua menunjukan imbibisi air sebanyak 9 ml. Pada percobaan ketiga dengan menggunakan 10 biji nangka, volume air awal adalah 100 ml, dan setelah direndam volume berkurang menjadi 95 ml. Jadi percobaan ketiga menunjukan imbibisi air sebanyak 5 ml.
Kedua hasil pengamatan di atas menunjukan bahwa imbibisi menyebabkan pertambahan berat pada biji nangka dan berkurangnya volume air. Semakin banyak banyak biji yang direndam maka volume air akan semakin berkurang.






IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
            Dari hasil uji coba imbibisi air  pada biji nangka (Artocarpus sp) dapat disimpulkan bahwa pertambahan berat biji nangka setelah direndam disebabkan oleh masuknya air kedalam biji tersebut, hal ini juga menyebabkan berkurangnya volume air.

4.2 Saran
            Dalam melakukan uji coba imbibisi air pada biji nangka (Artocarpus sp) disarankan agar mengupas biji terlebih dahulu sebelum biji tersebut direndam. Hal ini dimaksudkan agar air dapat masuk ke dalam biji secara optimal.











ACARA 5
MENGUKUR TRANSPIRASI DENGAN FOTOMETER
I. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Transpirasi adalah proses kehilangan air dari tubuh tumbuhan dalam bentuk uap. Transpirasi pada tumbuhan terjadi melalui stomata kutikula dan lentisel. Sebagian besar transpirasi terjadi melalui stomata. Faktor mempengaruhi membuka dan menutupnya stomata yaitu intensitas cahaya, selisih kandungan uap air di udara dan ruang antar sel, potensial air pada daun, suhu dan angin. Transpirasi berfungsi untuk menjaga kestabilan temperatur daun, membentuk arus transpirasi atau daya isap daun, mengurangi air yang berlebihan dalam tubuh tumbuhan serta mempengaruhi proses fotosintesis (Bidwell, 1979).
Faktor lingkungan mempengaruhi transpirasi adalah (Dwijoseputro, 1986) :
1.      Kelembaban : Gerakan uap air dari udara ke dalam daun akan menurunkan laju neto dari air yang hilang, dengan demikian seandainya faktor lain itu sama apabila stomata dalam keadaan terbuka maka kecepatan difusi dari uap air keluar tergantung pada besarnya perbedaan tekanan uap air yang ada di dalam rongga-rongga antar sel dengan tekanan uap air di atmosfer. Jika tekanan uap air di udara rendah, maka kecepatan difusi dari uap air di daun keluar akan bertambah besar begitu pula sebaliknya. Pada kelembaban udara relatif 50% perbedaan tekanan uap air didaun dan atmosfer 2 kali lebih besar dari kelembaban relatif 70%.
2.      Suhu : Kenaikan suhu 180–200 F cenderung untuk meningkatkan penguapan air sebesar dua kali. Suhu daun di dalam naungan kurang lebih sama dengan suhu udara, tetapi daun yang terkena sinar matahari mempunyai suhu 100–200 F lebih tinggi dari pada suhu udara.
3.      Cahaya : Cahaya mempengaruhi laju transpirasi melalui dua cara yaitu:
a.       Sehelai daun yang terkena sinar matahari langsung akan mengabsorbsi energi radiasi.
b.      Cahaya tidak usah selalu berbentuk cahaya langsung dapat pula mempengaruhi transpirasi melalui pengaruhnya terhadap buka-tutupnya stomata, dengan mekanisme tertentu.
4.      Angin : Angin cenderung untuik meningkatkan laju transpirasi, baik didalam naungan atau cahaya, melalui penyapuan uap air. Akan tetapi di bawah sinar matahari, pengaruh angin terhadap penurunan suhu daun, dengan demikian terhadap penurunan laju transpirasi, cenderung menjadi lebih penting daripada pengaruhnya terhadap penyingkiran uap air.
5.      Kandungan air tanah : Jika kandungan air tanah menurun, sebagai akibat penyerapan oleh akar, gerakan air melalui tanah ke dalam akar menjadi lebih lambat. Hal ini cenderung untuk meningkatkan defisit air pada daun dan menurunkan laju transpirasi lebih lanjut. Pada tanaman darat umumnya stomata itu kedapatan pada permukaan daun bagian bawah. Pada beberapa tanaman permukaan atas dari daun pun mempunyai stomata juga. Temperatur berpengaruh pada membuka dan menutupnya stomata. Lubang stomata yang tidak bundar melainkan oval itu ada sangkut paut dengan intensitas pengeluaran air. Juga yang letaknya satu sama lain di perantaian oleh suatu juga jarak yang tertentu itu pun mempengaruhi intensitas penguapan. Jika lubang-lubang itu terlalu berdekatan maka penguapan dari lubang yang satu malah menghambat penguapan dari lubang yang berdekatan.

1.2  Tujuan Praktikum
            Adapun tujuan dari kegiatan praktikum yaitu mengukur transpirasi pada berbagai tanaman dengan alat fotometer.




II.    METODE PRAKTIKUM

2.1  Waktu dan Tempat
Hari/tanggal          : Sabtu, 20 Desember 201
Pukul                     : 10.00-15.00 wita
Tempat                  : Laboratorium Ilmu Dasar (LID) STIPER Kutai Timur
2.2  Bahan dan Alat
a. Bahan
   1. Tumbuhan rambutan (Nephelium lappaceum)
   2. Tumbuhan gaharu (Aguilaria sp)
   3. Aquades atau air keran
   4. Larutan eosin
   5. Slotip
b. Alat
1. Thermohygrometer               
2. Statif 2 buah
3. Klem 2 buah             
4. Potometer     
2.3 Prosedur Kerja
  1. Siapkan statif dan potometer sehingga statif berada berdekatan pada bagian pipa potometer, tempatnya pada tumbuhan yang akan diukur transpirasinya.
  2. Masukkan air dalam pipa potometer sambil menutup dengan jari tangan pada bagian pipa berskala yang terbuka sampai penuh seluruh pipanya.
  3. Potong batang tumbuhan segar yang diameternya bisa masuk dalam pipa karet photometer, lalu masukkan secepatnya ke pipa karet dan klem pada statif supaya bisa berdiri tegak.
  4. Usahakan tidak ada udara terperangkap dalam pipa karet, batang tanaman cukup ketat sehingga tidak ada udara yang bisa masuk lewat pipa karet. Perkuat sambungan yang bocor dengan oleskan vaselin disambungannya.
  5. Kalau semua sambungan sudah tidak bocor, perhatikan cairan yang akan mengalir di ujung pipa berskala dengan menambahkan setetes larutan eosin pada ujung pipa tersebut.
  6. Amati perpindahan air dalam pipa berskala dalam tiap selang waktu tertentu
  7. Kalau air dalam pipa berskala sudah habis ulangi lagi meneteskan eosin di ujung pipa berskala. 
  8. Ulangi percobaan ini 3X, kemudian catat kondisi cuaca (suhu dan kelembaban udara).
  9. Sebagian kelompok melakukannya di dalam ruangan, dan sebagian lagi di luar ruangan.
  10.  Hitung rata-rata pengukuran dari semua parameter, dan hitung kecepatan transpirasi persatuan waktu.










III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1  Hasil
Dari pengamatan yang dilakukan, maka hasil dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 5. Kecepatan transpirasi
Tanaman
Kecepatan Transpirasi
Tetes
Waktu
Perpindahan air
Gaharu (Aguilaria sp)
1
1.23
8
2
1.44
9
3
2
10
Total
3 tetes
5’ 7 detik
27 ml
suhu
240C


Rambutan
(Nephelium lappaceum)
1
1.20
7.5
2
1.40
8.6
3
2.10
12
Total
3 tetes
5’ 10 detik
28.1 ml
Suhu
31.70C


Gambar 5
Judul   : Mengukur Transpirasi Dengan Patometer
Tujuan : Mengukur transpirasi pada berbagai tanaman
           






3.2  Pembahasan
Transpirasi atau proses hilangnya air pada tumbuhan dalam bentuk uap dipengaruhi oleh aktifitas stomata pada tumbuhan. Setiap tumbuhan memiliki kecepatan transpirasi yang berbeda-beda. Untuk mengetahui kecepatan transpirasi pada tumbuhan, maka dilakukan uji coba dengan menggunakan potometer.
            Uji coba dengan menggunakan tanaman gaharu (Aguilaria sp), percobaan pertama dengan meneteskan larutan eosin sebanyak satu tetes, dalam waktu 1.23 menit dengan perpindahan air sebanyak 8 ml. Percobaan kedua dengan menggunakan dua tetes larutan eosin, dalam waktu 1.44 menit, maka perpindahan air sebanyak 9 ml. Percobaan ketiga menggunakan tiga tetes larutan eosin, dalam waktu 2 menit, perpindahan air sebanyak 10 ml. Secara keseluruhan transpirasi di dalam ruangan dengan suhu 240C selama 5 menit 7 detik sebesar 27 ml.
            Uji coba dengan tanaman rambutan (Nephelium lappaceum), percobaan pertama dengan menggunakan 1 tetes larutan eosin dalam waktu 1.20 menit maka perpindahan air sebanyak 7.5 ml. Percobaan kedua dengan menggunakan larutan eosin sebanyak 2 tetes dalam waktu 1.40 menit maka perpindahan air sebanyak 8.6 ml. Percobaan ketiga menggunakan larutan eosin sebanyak 3 tetes selama 2.10 menit maka perpindahan air sebanyak 12 ml. Secara keseluruhan transpirasi di luar ruangan dengan suhu 31,70C selama 5 menit 10 detik sebesar 28.10 ml.
Dari kedua uji coba yang dilakukan hasil menunjukan bahwa semakin tinggi suhu dan berbagai tipe jenis tanaman berpengaruh terhadap hilangnya air pada tanaman.








IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1  Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum ini dapat disimpulkan bahwa :
a.       Pada suhu 240C (kondisi di dalam ruangan) kecepatan transpirasi tanaman gaharu (Aguilaria sp) adalah 27 ml dalam waktu 5 menit 7 detik.
b.      Pada suhu 31.70C (kondisi di luar ruangan), kecepatan transpirasi tanaman rambutan (Nephelium lappaceum) adalah 28.10 ml dalam waktu 5 menit 10 detik.

4.2  Saran
            Adapun saran yang dapat disampaikan setelah melakukan praktikum ini yaitu dalam melakukan uji coba transpirasi dengan menggunakan potometer hal yang perlu diperhatikan yaitu jumlah penggunaan larutan eosin dengan waktu yang digunakan dalam mengamati volume air yang berpindah.










ACARA 6
UJI BUSA PADA KAYU
I. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Beberapa kayu mengandung saponin atau sejenisnya. Saponin ini apabila dicampur dengan air akan menimbulkan munculnya busa setelah dikocok. Munculnya busa sebagai salah satu teknik untuk mengidentifikasi berbagai jenis kayu yang ada secara makroskopis.
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol, zat ini telah terdeteksi ± 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Dari segi ekonomi, saponin menjadi penting, tapi kadang-kadang menimbulkan keracunan pada ternak atau karena rasanya yang manis. Pola glikosida saponin kadang-kadang rumit, banyak saponin yang mempunyai satuan gula. Komponen yang umum adalah asam glukoronat.
Sifat khas saponin antara lain berasa pahit, berbusa dalam air, mempunyai sifat detergen yang baik, mempunyai aktivitas hemolisis (merusak sel darah merah), tidak beracun bagi binatang berdarah panas, mempunyai sifat anti eksudatif dan mempunyai sifat anti inflamatori. Berdasarkan sifatnya, saponin mempunyai kegunaan sangat luas, antara lain sebagai detergen, pembentuk busa pada alat pemadam kebakaran, pembentuk busa pada sampo dan digunakan dalam industri farmasi serta bidang fotografi (Prihatman, 2001). Pada tenak ruminansia, saponin berpotensi sebagai agen defaunasi dalam manipulasi proses fermentasi di dalam rumen. Penggunaan saponin yang ditambahkan ke dalam ransum dapat menurunkan populasi protozoa rumen secara parsial atau keseluruhan.

1.2  Tujuan Praktikum
            Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu mengidentifikasi adanya busa pada berbagai jenis kayu.
II. METODE PRAKTIKUM

2.1  Waktu dan Tempat
Hari/tanggal          : Sabtu, 20 Desember 201
Pukul                     : 10.00-15.00 wita
Tempat                  : Laboratorium Ilmu Dasar (LID) STIPER Kutai Timur
2.2  Alat dan Bahan
a. Alat
   1. Timbanga digital
   2. Tabung reaksi
   3. Pisau
b. Bahan
   1. Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria)
   2. Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula)
   3. Kayu Bangkirai (Shorea laevis)
   4. Air suling
   5. Tissue
2.3  Prosedur Kerja
  1. Sayatlah kayu yang akan diidentifikasi.
  2. Timbang sayatan tersebut 20 gr.
  3. Sayatan masukan ke dalam tabung reaksi.
  4. Isi tabung reaksi dengan air suling, lebih kurang seperlimanya.
  5. Tutuplah tabung reaksi dengan ibu jari.
  6. Lalu kocoklah beberapa saat.
  7. Perhatikan yang terjadi! hasil (+) apabila ada busa.
  8. Apabila hasil (-) jika tidak ada busa .
    
















III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1  Hasil
Dari  praktikum, maka hasilnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 6. Busa pada berbagai jenis kayu
Jenis kayu
Busa Pada Kayu
Sayatan (gr)
Volume (ml)
Busa
Tidak Ada Busa
Meranti Merah (Shorea leprosula)
2 gram
20 ml
+

Sengon (Paraserianthes falcataria)
2 gram
20 ml
+

Bangkirai (Shorea laevis)
2 gram
20 ml

-
Gambar 6
Judul   : Uji busa pada berbagai jenis kayu
Tujuan : Megidentifikasi adanya busa pada berbagai jenis kayu
    

 










3.2  Pembahasan
Pada percobaan uji busa kayu dengan memberikan perlakuan, yang diamati adalah adanya busa pada tiga jenis kayu yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi jenis kayu berdasarkan ada atau tidaknya busa yang dihasilkan. Misalnya pada perlakuan yang diberikan ada kayu yang menghasilkan busa dan ada yang tidak menghasilkan busa.
Uji coba pada kayu Meranti merah (Shorea leprosula) sebanyak 2 gram yang dimasukkan kedalam tabung reaksi berisi 20 ml air, setelah dikocok menunjukan adanya busa. Hal ini membuktikan bahwa terdapat zat saponin pada kayu Meranti merah (Shorea leprosula).
Percobaan kedua dengan menggunakan tanaman sengon (Paraserianthes falcataria) sebanyak 2 gram yang dimasukkan kedalam tabung reaksi berisi 20 ml air, setelah dikocok menunjukan ada busa. Hal ini membuktikan bahwa terdapat zat saponin pada kayu sengon (Paraserianthes falcataria).
Pada percobaan ketiga dengan menggunakan kayu Bangkirai (Shorea laevis), sebanyak 2 gram yang dimasukkan kedalam tabung reaksi berisi 20 ml air, setelah dikocok menunjukan tidak ada busa. Hal ini membuktikan bahwa tidak terdapat zat saponin pada kayu Bangkirai (Shorea laevis).
           











IV. KESIMPULAN DAN SARAN

     4.1 Kesimpulan
            Setelah melakukan uji busa pada kayu, dapat disimpulkan tidak semua kayu menghasilkan busa. Misalnya pada hasil percobaan dapat dibuktikan bahwa ada kayu yang menghasilkan busa dan ada juga yang tidak menghasilkan busa. Hal ini dapat dijadikan suatu metode dalam identifikasi berbagai jenis kayu.

     4.2 Saran
            Dalam melakukan praktikum ini disarankan agar hati-hati dan teliti dalam mengidentifikasi berbagai jenis kayu yang menghasilkan busa maupun yang tidak menghasilkan busa, agar tidak terjadi kekeliruan dalam mengidentifikasi jenis kayu yang digunakan sebagai uji coba.









ACARA 7
UJI BINTIK PADA KAYU
I. PENDAHULUAN
1.1  Landasan Teori
            Beberapa kayu mengandung senyawa folifenol. Kandungan folifenol ini apabila ditetesi dengan ammonium ferri sulfat akan menghasilkan endapan berwarna hitam. Munculnya bintik setelah kayu ditetesi sebagai salah satu teknik untuk mengidentifikasi dari berbagai jenis kayu yang ada secara makroskopis.
Jenis-jenis folifenol, yaitu :

a.       Tanin, merupakan senyawa kimia terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, khusus dalam tumbuhan angiospermae terdapat dalam jaringan kayu. Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin, yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal (galokatekin) yang membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Ikatan karbon-karbon menghubungkan satu flavon dengan satuan berikutnya melalui ikatan 4-6 atau 6-8. Kebanyakan flavolan mempunyai 2-20 satuan flavon. Tanin terhidrolisis terdiri atas dua kelas, yang paling sederhana ialah depsida galoiglukosa. Pada senyawa ini, inti yang berupa glukosa dikelilingi oleh lima atau lebih gugus ester galoil. Pada jenis yang kedua, inti molekul berupa senyawa dimer asam galat yaitu asam heksahidroksidifenat, yang berikatan dengan glukosa. Bila dihidrolisis, elagitanin ini menghasilkan asam elagat.
b.      Lignin adalah komponen penyusun tanaman. Secara umum, tanaman terbentuk dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Pada batang tanaman, lignin berfungsi sebagai bahan pengikat komponen penyusun lainnya, sehingga suatu pohon bisa berdiri tegak (seperti semen pada sebuah batang beton). Berbeda dengan selulosa yang terutama terbentuk dari gugus karbohidrat, lignin terbentuk dari gugus aromatik yang saling dihubungkan dengan rantai alifatik, yang terdiri dari 2-3 karbon. Pada proses pirolisa lignin, dihasilkan senyawa kimia aromatis yang berupa fenol, terutama kresol.
c.       Melanin adalah senyawa biologi yang ditemukan pada tanaman, hewan, dan protista, yang berfungsi sebagai pigmen. Pigmen yang dihasilkan biasanya merupakan turunan dari asam amino tirosin. Banyak jenis melanin yang tidak larut di dalam garam. Jenis melanin yang paling umum adalah eumelanin dan pheomelanin.

1.2 Tujuan Praktikum
            Adapun tujuan praktikum ini yaitu mengidentifikasi adanya bintik pada berbagai macam jenis kayu.












II. METODE PRAKTIKUM
2.1  Waktu dan Tempat
Hari/tanggal          : Sabtu, 20 Desember 201
Pukul                     : 10.00-15.00 wita
Tempat                  : Laboratorium Ilmu Dasar (LID) STIPER Kutai Timur
2.2  Alat dan Bahan
a. Alat
    1. Pipet
    2. Tabung reaksi
    3. Pisau
b. Bahan
    1. Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria)
    2. Kayu Meranti merah (Shorea leprosula)
    3. NH4Fe(SO4)2 4%
    4. Tissue
    5. Asam asetat glacial
    6. H2SO4 10%
2.3 Prosedur Kerja
1.      Buatlah larutan sebagai bahan uji tetes
2.      Larutan dari campuran 4% NH4Fe(SO4)2 sebanyak 500cc + Asam asetat glacial sebanyak 5cc + 10% H2SO4 sebanyak 6cc, volume total 511cc.
3.      Larutan dimasukan ke botol berwarna gelap, disimpan pada tempat yang gelap dan dingin.
4.      Sayatlah kayu yang akan diidentifikasi.
5.      Masing-masing sampel 3 sayatan.
6.      Teteskan larutan tersebut dengan pipet pada permukaan kayu yang baru disayat.
7.      Perhatikan apakah terjadi perubahan warna serta waktu dan intensitasnya.
8.      Perhatikan yang terjadi!
            Hasil sangat positif (++) perubahan warna kurang dari 5 detik permukaan kayu dan larutan di atasnya berubah warna menjadi hitam, setelah kering permukaan kayu menjadi hitam pekat.
            Hasil positif ( + ) permukaan kayu lambat terjadi perubahan warna, kurun waktu 5-15 detik permukaan kayu belum ada perubahan warna yang jelas, setelah kering permukaan kayu menjadi hitam pekat.
            Hasil negatif  ( - ) permukaan kayu sangat lambat terjadi perubahan warna, dalam waktu 60 detik permukaan kayu tidak ada perrubahan warna, setelah kering permukaan kayu menjadi berwarna kelabu.







III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
      Dari pengamatan yang dilakukan, hasil dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
      Tabel 7. Uji bintik pada berbagai jenis kayu
Jenis kayu
Bintik pada kayu
Warna
Sangat Positif (++)
Positif
( + )
Negatif
( - )
Sengon
(Paraserianthes falcataria)
Putih
++


Meranti merah
(Shorea leprosula)
Merah
++


Gambar 7
Judul   : Uji bintik pada berbagai jenis kayu
Tujuan : Mengidentifikasi adanya bintik pada berbagai kayu



    








3.2 Pembahasan
                Percobaan uji bintik pada kayu dengan perlakuan pada dua jenis kayu yang berbeda, menunjukan adanya perbedaan pada kedua jenis kayu tersebut. Hasil pengamatan ini bisa dijadikan salah satu cara mengidentifikasi jenis kayu yang ada di Kalimantan.
            Pada percobaan pertama menggunakan kayu sengon (Paraserianthes falcataria) yang ditetesi dengan larutan yang terdiri dari campuran 4% NH4Fe(SO4)2 sebanyak 500cc + Asam asetat glacial sebanyak 5cc + 10% H2SO4 sebanyak 6cc menunjukan hasil sangat positif (++) yaitu terjadi perubahan warna pada permukaan kayu menjadi hitam kurang dari 5 detik.
            Percobaan kedua menggunakan kayu Meranti merah (Shorea leprosula) yang ditetesi dengan larutan yang terdiri dari campuran 4% NH4Fe(SO4)2 sebanyak 500cc + Asam asetat glacial sebanyak 5cc + 10% H2SO4 sebanyak 6cc menunjukan hasil sangat positif (++) yaitu terjadi perubahan warna pada permukaan kayu menjadi hitam kurang dari 5 detik.
            Pada kedua hasil uji coba di atas menunjukan bahwa kayu sengon  (Paraserianthes falcataria) dan kayu Meranti merah (Shorea leprosula) memiliki zat polifenol.









IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
        Setelah melakukan praktikum uji coba bintik pada kayu, dapat disimpulkan :
a.       Kandungan polifenol dalam kayu sengon (Paraserianthes falcataria) mengalami perubahan warna menjadi hitam dalam kurun waktu kurang dari 5 detik.
b.      Kandungan polifenol kayu meranti merah (Shorea leprosula) mengalami perubahan warna menjadi hitam dalam kurun waktu kurang dari 5 detik.

4.2 Saran
            Dalam melakukan praktikum ini agar hati-hati dalam mengambil sampel kayu yang diuji supaya tidak terjadi kekeliruan dalam identifikasi jenis kayu.











ACARA 8
STOMATA TANAMAN C3, C4 DAN CAM
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan tipe fotosintesis, tumbuhan dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu C3, C4 dan CAM (crassulacean acid metabolism). Tumbuhan C4 dan CAM lebih adaptif di daerah panas dan kering dibandingkan dengan tumbuhan C3. Namun tanaman C3 lebih adaptif pada kondisi kandungan CO2 atmosfer tinggi. Sebagian besar tanaman pertanian, seperti gandum, kentang, kedelai, kacang-kacangan dan kapas merupakan tanaman dari kelompok C3. Tanaman C3 dan C4 dibedakan oleh cara mereka mengikat CO2 dari atmosfir dan produk awal yang dihasilkan dari proses assimilasi. Pada tanaman C3, enzim yang menyatukan CO2 dengan RuBP. RuBP merupakan substrat untuk pembentukan karbohidrat dalam proses fotosintesis pada proses awal.
Assimilasi, juga dapat mengikat O2 pada saat yang bersamaan untuk proses fotorespirasi. Fotorespirasi adalah proses respirasi, proses pembongkaran karbohidrat untuk menghasilkan energi dan hasil samping, yang terjadi pada siang hari. Jika konsentrasi CO2 di atmosfir ditingkatkan, hasil dari kompetisi antara CO2 dan O2 akan lebih menguntungkan CO2, sehingga fotorespirasi terhambat dan assimilasi akan bertambah besar.
Pada tanaman C4, CO2 diikat oleh PEP (yaitu enzim pengikat CO2 pada tanaman C4) yang tidak dapat mengikat O2 sehingga tidak terjadi kompetisi antara CO2 dan O2. Lokasi terjadinya assosiasi awal ini adalah di sel-sel mesofil (sekelompok sel-sel yang mempunyai klorofil yang terletak di bawah sel-sel epidermis daun). CO2 yang sudah terikat oleh PEP kemudian ditransfer ke sel-sel bundlesheath (sekelompok sel-sel di sekitar xylem dan phloem), kemudian pengikatan dengan RuBP terjadi. Karena tingginya konsentasi CO2 pada sel-sel bundlesheath ini, maka O2 tidak mendapat kesempatan untuk bereaksi dengan RuBP, sehingga fotorespirasi sangat kecil, PEP mempunyai daya ikat yang tinggi terhadap CO2, sehingga reaksi fotosintesis terhadap CO2 di bawah 100 m mol sangat tinggi. Laju assimilasi tanaman C4 hanya bertambah sedikit dengan meningkatnya CO2 sehingga dengan meningkatnya CO2 di atmosfir, tanaman C3 akan lebih beruntung dari tanaman C4 dalam pemanfaatan CO2 yang berlebihan. Contoh tanaman C3 antara lain : kedele, kacang tanah, kentang. Contoh tanaman C4 adalah jagung, sorgum dan tebu.

1.2 Tujuan Praktikum
            Adapun tujuan dalam praktikum ini untuk mengetahui jumlah stomata, kerapatan stomata dan kandungan klorofil pada tanaman C3, tanaman C4 dan tanaman CAM.














II. METODE PRAKTIKUM
2.1 Waktu dan Tempat
      Hari/Tanggal         : Sabtu, 20 Desember 2013
      Pukul                     : 10.00-15.00 Wita
      Tempat                  : Laboratorium Ilmu Dasar (LID) STIPER Kutai Timur
2.2 Bahan dan Alat
      a. Bahan
1.      Daun Tebu (Saccharum officinarum)
2.      Daun Durian (Durio zibethinus)
3.      Daun Nanas (Ananas comosus)

      b. Alat
1. Mikroskop
2. Kaca penutup
3. Silet yang tajam
4. Pinset
5. Gelas beaker
6. Selotip
7. Kaca objek

2.3 Prosedur Kerja
  1. Sampel daun dipotong dengan ukuran 1 cm x 0.5 cm (secukupnya).
  2. Selotip transparan dipotong dengan ukuran ± 2 cm.
  3. Potongan daun dilekatkan pada selotip.
  4. Potongan daun dikupas atau dikerok menggunakan ujung pinset/ silet.
  5. Setelah kelihatan lapisan epidermis kemudian ditempelkan di objek glass.
  6. Objek glass diberi label dan siap diamati
  7. Pengamatan dilakukan dengan metode pemotretan mikroskopis.
Parameter yang diamati yaitu :
  1. Jumlah stomata (terbuka dan tertutup) pada lapisan atas dan bawah daun pada perbesaran (40x10) diameter bidang pandang 5x10 mm = 0.5 mm.
  2. Kerapatan stomata.
  3. Butir klorofil per bidang pandang.

            Rumus:
Luas bidang pandang  = ¼ pd2 = ¼ x 3.14 x 0.5 = 0.1962mm
            Kerapatan stomata      =  jumlah stomata/luas bidang pandang














III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1  Hasil
Hasil praktikum dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 8. Stomata tanaman C3, C4 dan CAM
No
Jenis
Stomata Terbuka (atas)
Stomata Tertutup (atas)
Butir klorofil
Luas bidang pandang
Kerapatan stomata
1.
Daun durian
(Durio zibethinus)
12
8
10 x11
0.19625
182.84
2.
Daun nanas
(Ananas comosus)
11
6
6 x9
0.19625
86. 73
3.
Daun tebu
(Saccharum officinarum)
8
5
5 x7
0.19625
66. 33

No
Jenis
Stomata Terbuka (bawah)
Stomata Tertutup (bawah)
Butir klorofil
Luas bidang pandang
Kerapatan stomata
1.
Daun durian
(Durio zibethinus)
12
8
10 x11
0.19625
182.84
2.
Daun nanas
(Ananas comosus)
11
6
6 x9
0.19625
86. 73
3.
Daun tebu
(Saccharum officinarum)
8
5
5 x7
0.19625
66. 33
Gambar 8
Judul   : Stomata Tanaman C3,C4, dan CAM
Tujuan : Mengetahui stomata dan kandungan klorofil pada tanaman C3,C4,dan CAM







3.2 Pembahasan
Tingkat fotosintesis pada tanaman C3,C4, dan CAM berbeda. Hal ini disebabakan karena perbedaan stomata pada tanaman tersebut. Pada tanaman C3, stomata terbuka pada siang hari, sedangkan pada tanaman C4, dan CAM stomata terbuka pada malam hari. Hal ini dipengaruhi karna pada malam hari tanaman  CAM melakukan respirasi.
            Pada percobaan pertama menggunakan durian (Durio zibethinus) jumlah stomata yang terbuka adalah 12, jumlah stomata tertutup sebanyak 8, butir klorofil sebanyak 111 sehingga diperoleh kerapatan stomata sebanyak 182.84. Durian (Durio zibethinus) merupakan contoh tanaman C3.
            Percobaan kedua menggunakan nanas (Ananas comosus) jumlah stomata yang terbuka adalah 11, jumlah stomata tertutup sebanyak 6, butir klorofil sebanyak 54 sehingga kerapatan stomata sebanyak 86.73. Stomata tanaman nanas (Ananas comosus) biasanya membuka pada malam hari dan merupakan salah satu contoh dari tanaman CAM.
            Pada percobaan ketiga menggunakan daun tebu (Saccharum officinarum) jumlah stomata yang terbuka adalah 8, jumlah stomata tertutup sebanyak 5, butir klorofil sebanyak 35 sehingga diperoleh kerapatan stomata sebanyak 66.33. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan salah satu contoh tanaman C4.
           

           







IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
            Setelah melakukan praktikum ini dapat disimpulkan bahwa jumlah stomata terbuka pada tanaman C3, lebih banyak daripada tanaman C4, dan CAM. Stomata pada tanaman CAM membuka pada malam hari dan tidak melakukan respirasi pada siang hari, sedangkan pangamatan dilakukan pada siang hari.

4.2 Saran
            Adapun saran yang dapat disampaikan setelah melakukan praktikum ini yaitu pada saat mengamati stomata pada tanaman tersebut diperlukan ketelitian agar dapat memperoleh hasil yang tepat.











ACARA 9
JAM BIOLOGI PADA BERBAGAI JENIS TUMBUHAN
I. PENDAHULUAN
1.1 Landasan Teori
            Jam biologi adalah gerak membuka dan menutupnya stomata atau gerak tidur pada tanaman. Semua organisme eukariot dan beberapa organisme prokariot mempunyai jam biologi. Jam biologi dan berbagai irama terjadi pada semua eukariot yang telah dipelajari dengan seksama termasuk tumbuhan. Tumbuhan terbukti sebagai subjek untuk kajian mekanisme karena mudah diamati pada tingkat sel dan tingkat biokimia, yaitu tempat berlangsungnya pengaturan waktu. Organisme pasti mengalmi perubahan lingkungan seperti kecepatan angin berubah nyata hampir setiap detik, suhu, tingkat cahaya dan kelembapan kadang mungkin 5 atau 6 jam. Semua perubahan tersebut diperjelas adanya daur harian, daur cuaca, dan daur pasang. Daur cuaca lazimnya berlangsung beberapa hari.
            Kecendrungan cuaca mungkin berhubungan daur iklim jangka panjang seperti pada penyebab abad es yang terjadi dalam rentang waktu ratusan sampai ribuan tahun. Daur-daur tersebut berkaitan dengan mekanisme sistem matahari. Dengan adanya perubahan lingkungan menyebabkan organisme memperkirakan dan menyesuaikan diri agar mendapat keuntungan dari perubahan yang ada.
            Organisme memerlukan mekanisme jam dan berbagai mekanisme lain yang terkait, waktu semestinya memilii paling sedikit dua kumpulan sifat yaitu sistem waktu harus tepat tidak boleh dipengaruhi oleh faktor tak terduga dari lingkungan organisme. Faktor yang tidak dapat diperkirakan secara tepat seperti suhu, tingkat cahaya siang hari, kecepatan angin, kelembapan dan sebagainya. Namun tanpa adanya sistem mekanik dan elektronik arloji kita, jam biologi tidak seiring dengan perubahan lingkungan sehingga tidak berguna bagi organisme, akan tetapi cara lain untuk menjadikannya tepat yaitu jam biologi mungkin diatur berulang-ulang atau diselaraskan secara temperatur oleh beberapa sifat yang dapat diandalkan dari lingkungan organisme. Pengatur ulangan pada fajar atau petang dapat mempertahankan kedudukan jam agar selaras dengan lingkungan walaupun akan kehilangan atau memperoleh beberapa jam pada satu hari.

1.2 Tujuan Praktikum         
            Tujuan dalam kegiatan praktikum ini yaitu untuk mengamati jam biologi pada berbagai jenis tumbuhan.

















II. METODE PRAKTIKUM

2.1 Waktu dan Tempat
      Hari/Tanggal         : Sabtu, 20 Desember 2013
      Pukul                     : 10.00-15.00 Wita
      Tempat                  : Laboratorium Ilmu Dasar (LID) STIPER Kutai Timur

2.2 Alat dan Bahan
      a. Alat
          1. Jam tangan
          2. Alat tulis
      b. Bahan
          1. Pohon mangga (Mangifera indica)
          2. Tumbuhan putri malu (Mimosa pudica)

2.3 Prosedur Kerja
1.      Amatilah tanaman yang diambil sebagai uji coba setiap jam 06.00 wita, 12.00 wita dan pukul 18.00 wita.
2.      Catatlah perubahan dan gerakan yang terjadi setiap kali pengamatan.



III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
      Hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
      Tabel 9. Jam biologi pada berapa jenis tanaman
Jenis Tanaman
Bentuk Daun (waktu/jam)
06.00 wita
12.00 wita
18.00 wita
Mangga
(Mangifera indica)
Mulai terbuka
Terbuka lebar
Menutup (layu)
Putri malu
(Mimosa pudica)
Tertutup
Terbuka lebar
Menutup (layu)
Gambar 9
Judul               : Jam biologi
Tujuan             : Mengamati jam biologi pada tumbuhan


      








3.2 Pembahasan
            Percobaan pertama yang diamati yaitu pohon mangga (Mangifera indica). Hasil pengamatan menunjukan bahwa setiap pukul 06.00 wita daun mangga mulai terbuka. Pada pukul 12.00 wita daun mangga terbuka lebar, sedangkan pada pukul 18.00 wita daun mangga mulai menutup (layu). Hal ini menunjukan bahwa pola gerakan pohon mangga sesuai dengan jam biologi, gerakan pada daun mangga sangat dipengaruhi oleh waktu, suhu dan kondisi lingkungan.
            Pada percobaan kedua yang diamati yaitu tumbuhan putri malu (Mimosa pudica). Hasil pengamatan menunjukan bahwa setiap pukul 06.00 wita daun putri malu tertutup. Pada pukul 12.00 wita daun putri malu terbuka lebar, sedangkan pada pukul 18.00 daun putri malu menutup (layu). Selain aktivitas jam biologi, gerakan pada tumbuhan putri malu akan terjadi jika terdapat sentuhan.
Gerakan pada daun tanaman atau tumbuhan yang dijadikan untuk uji coba tergantung pada waktu, suhu dan kondisi lingkungan yang ada. Seperti contoh pengamatan pada tanaman mangga (Mangifera indica) dan tumbuhan putri malu (Mimosa pudica). Hasil pengamatan menunjukan bahwa suhu dan lingkungan sangat berpengaruh terhadap jam biologi.












IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
            Setelah melakukan kegiatan praktikum dapat disimpulkan bahwa pohon mangga (Mangifera indica) dan tumbuhan putri malu (Mimosa pudica) telah mengalami jam biologi dengan aktivitas berbeda-beda pada pukul 06.00 wita, 12.00 wita dan 18.00 wita.

4.2 Saran
            Dalam melakukan praktikum ini sebaiknya mahasiswa harus lebih sabar dalam mengambil data hasil pangamatan supaya hasil yang diperoleh lebih baik.