ACARA 1
KARBOHIDRAT DALAM DAUN
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Karbohidrat merupakan hasil dari proses
fotosintesis pada tumbuhan. Hasil fotosintesis akan diangkut oleh floem ke
bagian-bagian tumbuhan yang memerlukan. Apabila glukosa tidak segera diangkut
maka akan mengalami kondensasi menjadi amilum yang disimpan dalam plastida (amiloplast). Amilum ini disebut dengan
pati.
Daun tanaman mempunyai pigmen klorofil
yang merupakan pigmen utama untuk aktivitas fotosintesis. Dalam proses
fotosintesis akan dihasilkan karbohidrat berupa pati, pati untuk sementara
ditimbun pada daun. Selanjutnya pada saat gelap akan ditranslokasikan ke
organ-organ lain baik secara anabolisme maupun katabolisme. Dengan demikian maka
pada saat pagi timbunan pati pada jaringan daun telah habis.
Pigmen klorofil tidak larut dalam air,
akan tetapi larut dalam alkohol. Dengan demikian gejala klorosis sering terjadi
pada tanaman yang system perakarannya mengalami keadaan anaerob (misalnya
tergenang air), karena terjadinya proses respirasi anaerob menghasilkan alkohol
yang diakumulasikan di dalam daun. Amilum memiliki sifat yang khas, antara lain
apabila ditambahkan larutan yodium akan berwarna biru (ungu).
Pemindahan energi
dari sinar matahari ke dalam tanaman dilaksanakan dengan perantara klorofil. Senyawa
tersebut terdapat dalam sebuah organel vital bagi tanaman yaitu khloroplas. Proses fotosintesis akan menghasilkan karbohidrat, terutama
glukosa. Diantara berbagai karbohidrat yang penting yang dapat dibentuk oleh
tumbuhan dari glukosa adalah selulosa, sukrosa dan pati/amilum.
Amilum di dalam tumbuhan banyak tersimpan dalam akar, umbi ataupun
biji-bijian. Butir-butir amilum itu sebenarnya semula terdapat di dalam
kloroplas daun sebagai hasil fotosintesis. Pada kebanyakan tumbuhan dikotil
maupun monokotil, pati
mulai terkumpul pada daun segar setelah terjadi proses fotosintesis yang berjalan cepat,
sehingga pada tanaman dikotil mempunyai daun
pati sedangkan daun monokotil mempunyai daun gula.
Amilum terdiri dari campuran
amilosa dan amilopektin. Amilosa bereaksi dengan Iod (I) menghasilkan perubahan
warna komplek merah ungu. Warna ini ditimbulkan oleh ikatan lemah di antara molekul pati/amilum dan Iod.
Karbohidrat merupakan suatu golongan senyawa yang
terdiri dari atau dapat dihidrolisis menjadi polisakarida aldehid dan keton. Karbohidrat dalam tanaman adalah
tepung atau amilum berupa pati. Amilum adalah homopolimer (suatu polimer yang terbentuk oleh hanya
satu macam unit monomerik) dari glukosa yang digabung oleh mata rantai yang
sama dengan maltosa. Macam amilum utama adalah amilosa dan
amilopektin (bila dilarutkan dengan iodin memberikan warna merah ungu).
Sedangkan amilosa memberikan warna biru.
1.2
Tujuan
Praktikum
Adapun tujuan dari kegiatan praktikum
ini untuk mengamati simpanan amilum dalam daun.
II.
METODE PRAKTIKUM
2.1
Waktu
dan Tempat
Hari
/ tanggal : Sabtu, 20 Desember 2013
Pukul
: 10.00-15.00 wita
Tempat :
Laboratorium Ilmu Dasar (LID) STIPER Kutai Timur
2.2 Bahan dan
Alat
1. Bahan
a. Daun
bermacam-macam (bibit tanaman)
b. Alkohol
95%
c. Larutan
J-KJ
d. Kertas
timah (Alumunium foil)
2.
Alat
a. Cawan
petri
b. Waterbath
c. Gelas
Ukur
d. Penjepit
2.3
Prosedur
Kerja
1. Sebelum
daun terkena sinar matahari, sebagian ditutup dengan kertas timah dan dijepit
rapat, biarkan terkena cahaya (dijemur)
2. Daun-daun
tersebut kemudian dipotong, dimasukkan dalam cairan Alkohol panas selama ± 20
menit.
3. Cuci
daun-daun tersebut dengan air panas, masukkan dalam larutan J-KJ pada cawan
petri selama beberapa menit.
4. Daun
dibilas dengan air agar J-KJ larut, daun dibentangkan dan diamati perbedaan
warna pada bagian yang terbuka dan tertutup kertas timah.
5. Warna
ungu gelap menunjukkan amilum dalam daun.
6. Ulangi
dengan jenis tanaman yang lain!
7. Jelaskan
perbedaan warna daun berisi amilum dan yang tidak!
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
Hasil
Hasil
percobaan dapat disajikan pada tabel berikut:
Tabel 1. Perubahan warna pada daun
NO
|
JENIS DAUN
|
PERUBAHAN WARNA DAUN
|
||
Ungu Gelap
|
Ungu Biasa
|
Tidak Berwarna
|
||
1
|
Ulin (Eusideroxylon
zwageri)
|
-
|
-
|
|
2
|
Ulin (Eusideroxylon zwageri)
|
-
|
-
|
|
3
|
Ulin (Eusideroxylon zwageri)
|
-
|
-
|
|
4
|
Durian (Durio
zibethinus)
|
-
|
-
|
|
5
|
Durian (Durio zibethinus)
|
-
|
-
|
|
6
|
Durian (Durio zibethinus)
|
-
|
-
|
|
7
|
Gaharu (Aguilaria sp)
|
-
|
-
|
|
8
|
Gaharu (Aguilaria sp)
|
-
|
-
|
Gambar 1
Judul : Karbohidrat dalam daun
Tujuan : Mengamati amilum pada daun |
Keterangan:
Pengamatan
amilum pada daun setelah dibungkus dengan kertas timah, lalu dijemur di bawah
sinar matahari, dicuci dengan air panas dan alkohol kemudian direndam dengan
larutan J-KJ.
3.2
Pembahasan
Uji
coba yang dilakukan percobaan amilum pada daun menggunakan larutan J-KJ dan
alkohol 95% pada beberapa daun yang telah dibungkus dengan alminium foil dan dijemur selama 30 menit, maka yang diamati adalah
adanya perubahan warna pada beberapa daun. Adanya perubahan warna daun menjadi
ungu menunjukan daun tersebut mengandung amilum. Terjadi perubahan warna
berbeda-beda pada daun ada yang ungu, ungu tua dan ada yang tidak berubah
warna. Hal ini menunjukan bahwa kandungan amilum dalam daun berbeda-beda.
Percobaan menggunakan daun pohon ulin (Eusideroxylon
zwageri), terjadi perubahan warna pada
ketiga daun, yaitu menjadi warna ungu gelap. Hal ini menunjukan bahwa dalam
daun ulin terdapat kandungan amilum. Pada daun durian (Durio
zibethinus) dengan menggunakan perlakuan yang sama,
hasilnya menunjukan bahwa terjadi perubahan warna yang sama yaitu menjadi ungu
tua. Hal ini menunjukan bahwa daun durian juga mengandung amilum. Hasil yang
berbeda terjadi pada daun gaharu (Aguilaria sp).
Hasil uji coba menunjukan tidak terjadi perubahan warna pada daun gaharu. Ini
menunjukan daun gaharu tidak memiliki amilum atau kandungan amilumnya sedikit.
Kebanyakan
dikotil maupun monokotil, pati mulai terkumpul pada daun segar setelah fotosintesis, sehingga
tanaman dikotil mempunyai daun
pati dan monokotil mempunyai daun gula.
IV. KESIMPULAN DAN
SARAN
4.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan maka
dapat disimpulkan :
1. Proses fotosintesis memerlukan
energi cahaya matahari untuk mereaksikan karbondioksida (CO2) dan
air ( H2O) menjadi karbohidrat.
2. Amilum yang terbentuk tersimpan dalam
kloroplas dan dapat bereaksi dengan iodium membentuk warna ungu kehitaman
3. Bagian tidak terkena cahaya matahari
tidak melakukan reaksi fotosintesis sehingga amilum tidak terbentuk.
4.2
Saran
Pada
saat melakukan perlakuan pada tanaman, sebaiknya dilakukan dengan teliti jangan
sampai ada daun tanaman yang tidak terbungkus dengan baik. Selain itu, usahakan
saat merendam daun, menggunakan dengan air panas agar hasilnya maksimal.
ACARA 2
Pengaruh
Suhu Dan Cahaya Terhadap Fotosintesis
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Cahaya, CO2 dan suhu mempengaruhi
proses fotosintesis. Faktor lainnya yang penting dalam mengontrol proses ini
adalah konsentrasi klorofil, defisit air dan konsentrasi enzim. Konsentrasi
klorofil pada tingkat yang cukup rendah dapat membatasi laju fotosintesis
(Ismail, 2011).
Tumbuhan tingkat tinggi untuk memperoleh makanan sebagai
kebutuhan pokoknya agar tetap bertahan hidup, tumbuhan tersebut harus melakukan
suatu proses yang dinamakan sintesis karbohidrat. Proses tersebut terjadi di
bagian daun tumbuhan yang memiliki klorofil dengan menggunakan cahaya matahari.
Cahaya matahari merupakan sumber energi yang diperlukan tumbuhan untuk proses
tersebut. Tanpa adanya cahaya matahari tumbuhan tidak akan mampu melakukan
proses fotosintesis, hal ini disebabkan klorofil yang berada di dalam daun
tidak dapat menggunakan cahaya matahari. Klorofilhanya akan berfungsi bila ada
cahaya matahari (Dwidjoseputro, 1986).
Fotosintesis adalah suatu
proses yang hanya terjadi pada tumbuhan yang berklorofil dan bakteri
fotosintetik, dimana energi matahari (dalam bentuk foton) ditangkap dan diubah
menjadi energi kimia (ATP dan NADPH). Energi kimia digunakan sebagai bahan baku
pembentukan karbohidrat, yang disusun melalui fiksasi karbondioksida dan air (Devlin,
1975). Fotosintesis diartikan sebagai suatu proses
biokimia pembentukan zat makanan atau energi yaitu
glukosa dilakukan tumbuhan, alga, dan beberapa jenis bakteri menggunakan zat
hara, karbondioksida dan air serta dibutuhkan bantuan energi cahaya
matahari. Hampir semua mahluk hidup bergantung dari energi dihasilkan dalam
fotosintesis. Akibatnya fotosintesis menjadi sangat penting bagi kehidupan.
Fotosintesis menghasilkan sebagian besar oksigen yang
terdapat di atmosfer dan energi.
Fotosintesis adalah suatu proses biokimia
pembentukan zat makanan karbohidrat
yang dilakukan oleh tumbuhan,
terutama tumbuhan yang mengandung zat hijau daun atau klorofil.
Selain tumbuhan berklorofil, makhluk hidup non-klorofil lain yang
berfotosintesis adalah alga
dan beberapa jenis bakteri.
Organisme ini berfotosintesis dengan menggunakan zat hara, karbon dioksida,
dan air
serta bantuan energi cahaya matahari.
Organisme fotosintesis disebut fotoautotrof
karena mereka dapat membuat makanannya sendiri. Pada tanaman, alga, dan cyanobacteria,
fotosintesis dilakukan dengan memanfaatkan karbondioksida dan air
serta menghasilkan produk buangan oksigen.
Tingkat penyerapan energi oleh fotosintesis sangat tinggi, yaitu sekitar
100 terawatt,
atau kira-kira enam kali lebih besar daripada konsumsi
energi peradaban manusia. Selain energi,
fotosintesis juga menjadi sumber karbon bagi semua senyawa
organik dalam tubuh organism.
Pada tumbuhan tingkat tinggi, biasanya
kloroplas terbatas pada sel-sel batang muda, buah-buah belum matang, dan daun.
Daun inilah yang merupakan pabrik fotosintesis sebenarnya pada tumbuhan. Irisan
melintang melalui daun yang khas
menyingkap beberapa lapisan-lapisan jaringan yang berbeda-beda.
Permukaan atas daun tertutup selapis sel
tunggal yang menyusun epidermis atas. Sel-sel ini sedikit atau tidak memiliki
kloroplas. Karena itu, agak transparan dan membiarkan sebagian besar cahaya
yang mengenainya melewati sel-sel di bawahnya. Sel-sel tersebut juga
mengeluarkan suatu zat yang transparan seperti lilin yang dinamakan kutin.
Bahan membentuk kutikula, yang berfungsi sebagai penghalang lembab di permukaan
atas daun tersebut, jadi mengurangi hilangnya air dari daun (Campbell, 2004).
Jika intensitas cahaya
atau konsentrasi CO2 menjadi faktor pembatas fotosintesis maka suhu
tidak akan mempengaruhi fotosintesis atau sangat sedikit sekali mempengaruhi
karena reaksi fotokimia tidak peka terhadap suhu (Q10 = 0,1) dan difusi
mempunyai Q10 = 1,5. Laju fotosintesis bersifat bersifat tanggap terhadap suhu
jika cayaha bukan merupakan faktor pembatas. Pada reaksi selanjutnya yaitu
reaksi enzimatik kenaikan suhu akan mempengaruhi laju dan keseluruhan proses
fotosintesis. Selain faktor-faktor luar seperti suhu, intensitas cahaya dan CO2
yang mempengaruhi fotosintesis, faktor dalam yang juga penting mempengaruhi
faktor ini adalah konsentrasi klorofil, defisit air dan konsentrasi enzim (Lakitan,
2011).
Cahaya bagi tumbuhan
hijau akan dimanfaatkan dalam proses fotosintesis pada reaksi terang yang akan
menghasilkan energi dan hasil sampingan berupa O2 (gelembung udara).
Dalam percobaan ini bertujuan untuk mengamati seberapa besar pengaruh
intensitas cahaya terhadap jumlah oksigen yang dihasilkan, hal ini dikarenakan
oksigen dapat diamati secara kasat mata dan dapat dengan mudah dihitung
volumenya. Namun jika dalam percobaan dikaitkan dengan faktor suhu, maka yang
akan menjadi faktor pembatas adalah intensitas cahaya, jika dalam jumlah kecil
akan menimbulkan pengaruh terhadap jumlah oksigen yang dikeluarkan (Thomas JB, 1965).
Fotosintesis juga terjadi proses metabolisme
lain yang disebut respirasi. Respirasi merupakan proses katabolisme atau
penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik. Respirasi
sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan berlangsung
secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan oksigen dan
dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam respirasi anaerob
dimana oksigen tidak atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain
karbondiokasida, seperti alkohol, asetaldehida atau asam asetat dan sedikit
energi (Lovelles, 1997).
1.2
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini
yaitu mengamati pengaruh suhu dan intensitas cahaya terhadap proses fotosintesis.
II. METODE PRAKTIKUM
2.1. Waktu dan tempat
Hari
/ tanggal : Sabtu, 20 Desember 2013
Pukul
: 10.00 - 15.00 wita
Tempat : Laboratorium Ilmu Dasar (LID)
STIPER Kutai Timur
2.2. Alat dan bahan
a. Alat
1. Tabung
reaksi
2. Gelas
piala
3. Corong
gelas
4. Filter
5. Thermometer
digital
6. Lampu
7. Handcounter
b. Bahan
1. Tanaman Ageratum conyzoides
2. Larutan natrium
bikarbonat
3. Akuades
2.3. Cara Kerja
a. Air
disiapkan di gelas piala, ditambahkan beberapa tetes larutan Natrium bikarbonat.
b. Beberapa
potong cabang Ageratum conyzoides disiapkan
panjang 10 cm.
c. Tanaman
Ageratum conyzoides di bawah
corong.
d. Pangkal
tanaman menghadap kearah pipa corong yang ditutup tabung reaksi yang telah
diisi penuh dengan air.
e. Pengamatan
laju fotosintesis dilakukan pada intensitas cahaya yang berbeda dengan mengatur
jarak lampu dan tumbuhan dan plastic filter dengan warna yang berbeda.
f. Lampu
diletakkan pada jarak 20 dan 30 cm di depan gelas piala dan diamati
terbentuknya gelembung – gelembung udara pada tabung reaksi.
g. Filter
dengan warna berbeda diletakkan didepan gelas piala dan diamati perbedaan
jumlah gelembung udara yang terbentuk dalam tabung reaksi.
h. Gelembung
oksigen yang terjadi terkumpul dalam tabung reaksi. Banyaknya gelembung yang
muncul persatuan waktu dapat digunakan sebagai petunjuk laju fotosintesis.
i.
Banyaknya jumlah
gelembung persatuan waktu pada intensitas cahaya dan filter yang berbeda
dihitung dan dicatat.
j.
Buatlah grafik hubungan
intensitas cahaya denganjumlah gelembung.
k.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
Hasil
Dari
pengamatan yang dilakukan, maka hasil
dapat dilihat pada :
Tabel
2. Tabel pengaruh cahaya terhadap fotosintesis.
Perlakuan
|
Jumlah gelembung udara pada :
|
|||
1 menit
|
5 menit
|
10 menit
|
||
Intensitas cahaya
|
20 cm
|
4
|
8
|
13
|
30 cm
|
3
|
6
|
10
|
|
Filter
|
Biru
|
2
|
5
|
7
|
Merah
|
2
|
6
|
8
|
|
Kontrol
|
3
|
6
|
9
|
|
Suhu
|
27°C
|
6
|
12
|
19
|
37°C
|
8
|
15
|
21
|
|
|
Gambar 2
Judul : Pengaruh cahaya terhadap fotosintesis.
Tujuan : Mengamati pengaruh suhu dan intesitas cahaya terhadap
fotosintesis
Waktu : 13.00-17.00 Wita
|
3.2
Pembahasan
Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan dan perlakuan – perlakuan yang diberikan pada
pengamatan pengaruh suhu dan cahaya terhadap fotosintesis. Pada pengamatan ini
yang diamati yaitu jumlah gelembong udara yang keluar dari tumbuhan Ageratum conyzoides tersebut.
Dengan
perlakuan menggunakan intensitas cahaya dengan jarak lampu yang berbeda, pada
jarak intensitas cahaya 20 cm jumlah gelembung pada menit pertama yaitu 4 gelembung,
sedangkan pada menit ke-5 dengan jarak dan intensitas cahaya yang sama
terhitung 8 gelembung yang timbul, dan pada menit ke-10 dengan jarak dan intensitas
yang sama terhitung 13 gelembung. Sedangkan pada intensitas cahaya dengan jarak
30 cm, pada menit pertama terhitung 3 gelembung yang timbul, dan pada menit ke-5
jumlah gelembung yang timbul sebanyak 6 gelembung, sedangkan pada menit ke-10
dengan jumlah gelembung yang terhitung yaitu 10 gelembung. Banyaknya jumlah
gelembung yang dapat dihitung bergantung pada jarak intensitas cahayanya,
semakin dekat maka tanaman akan semakin banyak mengeluarkan gelembung udara sedangkan
jika intensitas cahayanya jauh maka jumlah gelembungnya semakin sedikit.
Cahaya
sangat berpengaruh dalam proses fotosintesis, hal ini dibuktikan dengan
perlakuan menggunakan cahaya. Apabila cahayanya jaraknya jauh maka gelembung
yang dikeluarkan lebih sedikit dibandingkan dengan bila cahayanya dekat maka
gelembung yang dikeluarkan oleh tanaman akan semakin banyak.
Sadangkan pengamatan dengan
menggunakan filter dengan warna yang berbeda-beda maka hasilnya akan sangat
berbeda. Pada perlakuan dengan menggunakan filter dengan warna biru maka pada
menit pertama jumlah gelembung yang yang keluar sebanyak 2 gelembung, dan pada
menit ke-5 jumlah gelembung yang keluar yaitu sebanyak 5 gelembung, sedangkan
pada menit ke-10 jumlah gelembung yang keluar yaitu 7 gelembung. Jika
menggunakan filter warna merah maka pada menit pertama jumlah gelembung yang
muncul sebanyak 2 gelembung, pada menit ke-5 jumlah gelembung yang timbul
sebanyak 6 gelembung, dan pada menit ke-10 jumlah gelembung yang muncul
sebanyak 8 gelembung. Sedangkan jika tidak menggunakan filter atau kontrol maka
jumlah gelembung yang muncul pada menit pertama sebanyak 3 gelembung, sedangkan
pada menit ke-5 dengan jumlah 6 gelembung, dan pada menit ke-10 jumlah
gelembung yang timbul yaitu sebanyak 9 gelembung.
Perlakuan dengan menggunakan filter
tidak begitu berpengaruh, hal ini dibuktikan dengan data-data pada tabel yang
menunjukan antara filter merah biru dan kontrol jumlah gelembung yang
dikeluarkan tidak selalu lebih banyak atau lebih sedikit.
Pada perlakuan suhu maka suhu 27oC
atau sama dengan suhu ruangan pada menit pertama tanaman tersebut mengeluarkan
gelembung sebanyak 6 gelembung, sedangkan pada menit ke-5 tanaman tersebut
mengeluarkan gelembung sabanyak 12 gelembung, dan pada menit ke-10 sebanyak 19 gelembung
udara. Dan jika pada perlakuan suhu 37oC atau samadengan suhu luar
ruangan pada menit pertama tanaman tersebut mengeluarkan gelembung sebanyak 8 gelembung,
sedangkan pada menit ke-5 tanaman tersebut mengeluarkan gelembung sebanyak 15
gelembung, dan pada menit ke-10 tanaman tersebut mengeluarkan gelembung
sebanyak 21 gelembung udara.
Suhu sangat berpengaruh dalam proses
fotosintesis, hal ini dibuktikan dengan pada perlakuan ke tiga. Dimana jika
suhunya tinggi waktu pengamatan maka gelembung yang dikeluarkan akan semakin
banyak dibandingkan dengan suhu rendah, jika suhu rendah maka jumlah gelembung
akan sedikit atau proses fotosintesisnya lambat. Hal ini dibuktikan pada suhu
27oC pada menit ke 10 hanya mengeluarkan gelembung sebanyak 19,
sedangkan pada suhu 37oC yang mengeluarkan gelembung sebanyak 21
gelembung.
Berdasarkan pengamatan tersebut
pengaruh suhu dan cahaya terhadap fotosintesis sangat besar, jika intensitas
cahayanya samakin dekat dan suhunya semakin tinggi maka laju fotosintesis akan
semakin cepat, hal ini dibuktikan dengan banyaknya gelembung yang keluar dari
tanaman tersebut.
IV. KESIMPULAN DAN
SARAN
4.1. Kesimpulan
Dari
praktikum tersebut dapat disimpulkan bahwa jika intensitas cahaya semakin dekat
dan dengan suhu udaranya semakin tinggi maka faktor tersebut akan mempercepat proses
fotosintesis pada tumbuhan.
4.2. Saran
Pada
saat praktikum terutama waktu memberikan perlakusan yang berbeda sebaiknya
berhati-hati pada tanaman yang akan diberikan perlakuan dan pada saat memasukan
tanaman ke tabung dan jangan sampai ada gelembung udara yang ikut masuk kedalam
tabung yang telah berisi air.
ACARA 3
TEKANAN OSMOSIS CAIRAN
PADA SEL DAUN
I. PENDAHULUAN
1.1 Landasan Teori
Osmosis merupakan pergerakan
air atau pelarut lain dari potensial air tinggi ke potensial air rendah yang
melewati membran semi permeabel. Tekanan osmosis cairan sel dapat dihitung dengan
metode plasmolisis. Plasmolisis adalah peristiwa terlepasnya membran
plasma dari dinding sel. Tekanan osmosis cairan sel dapat diamati dan diukur
dengan menggunakan bahan daun Roeo discolor. Bagian daun yang mudah
untuk diamati adalah sel epidermis permukaan bawah daun. Sel epidermis tanaman
ini terdapat pigmen antosianin dalam vakuolanya, sehingga mudah diamati menggunakan
mikroskup. Salah satu alasan mengapa tekanan
osmotik juga merupakan mekanisme utama dalam pengangkutan air ke bagian atas
tumbuhan adalah karena daun terus-menerus kehilangan air ke udara.
Daun memiliki kemampuan daya
isap. Daya isap merupakan kemampuan daun untuk mengambil atau menyerap
air dari batang karena tekanan osmosis sel-sel daun lebih tinggi dibandingkan sel-sel pada batang.
Perbedaan tekanan osmosis disebabkan oleh daun yang selalu mengeluarkan airnya
lewat peristiwa gutasi.
Suatu keadaan yang menarik adalah
terjadinya plasmolisis. Keadaan ini merupakan dampak dari peristiwa
osmosis. Jika sel tumbuhan diletakkan di larutan garam
terkonsentrasi (hipertonik), sel tumbuhan akan kehilangan air dan juga
tekanan turgor, menyebabkan sel tumbuhan lemah. Tumbuhan dengan sel dalam
kondisi seperti ini layu. Kehilangan air lebih banyak akan menyebabkan terjadinya
plasmolisis: tekanan terus berkurang sampai di suatu titik di mana protoplasma
sel terkelupas dari dinding sel, menyebabkan adanya jarak antara dinding sel
dan membran. Akhirnya cytorrhysis runtuhnya seluruh dinding sel dapat
terjadi. Tidak ada mekanisme di dalam sel tumbuhan untuk mencegah kehilangan air
secara berlebihan, juga mendapatkan air secara berlebihan, tetapi plasmolisis
dapat dibalikkan jika sel diletakkan di larutan hipotonik. Proses yang sama
terjadi pada sel hewan yang disebut krenasi.
1.2 Tujuan
Tujuan
dalam praktikum acara ini yaitu untuk mengetahui dan menghitung tekanan osmosis
cairan sel dengan metode plasmolisis.
II. METODE PRAKTIKUM
2.1
Waktu dan Tempat
Hari
/ tanggal : Sabtu, 20 Desember 2013
Pukul
: 10.00 - 15.00 wita
Tempat : Laboratorium Ilmu Dasar (LID)
STIPER Kutai Timur
2.2 Bahan dan Alat
a. Bahan
1.
Daun Cordyline terminalis
2.
Larutan sukrosa
3.
Akuades
b. Alat
1.
Mikroskop 4. Gelas penutup
2.
Tabung reaksi 5. Pisau silet
3.
Gelas benda
2.3
Cara kerja
Larutan Glukosa
- Buat larutan glukosa konsentrasi 0.14M, 0.22M dan 0.28M
- Siapkan 3 buah tabung reaksi dan isikan larutan glukosa 5 ml dan tulis konsentrasi larutan pada masing-masing tabung
- Sayat epidermis yang berwarna dari daun Rhoeo discolor dengan silet. Usahakan untuk menyayat hanya selapis sel saja dengan menyertakan antosianin yang berada di vakuolanya.
- Amati dengan mikroskop untuk melihat hasil sayatan. Setelah itu, masukkan sayatan ke dalam tabung dan catat waktu mulai perendaman
- Setelah 30 menit, sayatan diambil dan diamati dengan mikroskop
- Hitung jumlah sel dalam satu bidang pandang mengalami plasmolisis. Larutan menyebabkan separuh dari jumlah sel mengalami plasmolisis dianggap mempunyai tekanan osmosis sama dengan cairan sel.
Catatan
:
- Pengamatan pertama : irisan yang ditetesi akuades (control).
- Sel dikatakan mengalami plasmolisis jika menunjukkan kecenderungan terlepas dari dinding sel terutama pada bagian sudut. Satuan tekanan osmosis sel : Pa (Pascal)
- Tekanan Osmosis Sel = ( 22,4 x M x T)/273
M : konsentrasi larutan, T : suhu ruang saat percobaan
(dalam satuan Fahrenheit).
Cara kerja Larutan Garam
- Buat larutan garam konsentrasi 0.14M, 0.22M dan 0.28M
- Siapkan 3 buah tabung reaksi dan isikan larutan garam 5 ml dan tulis konsentrasi larutan pada masing-masing tabung
- Sayat epidermis yang berwarna dari daun Rhoeo discolor dengan silet. Usahakan untuk menyayat hanya selapis sel saja dengan menyertakan antosianin yang berada di vakuolanya.
- Amati dengan mikroskop untuk melihat hasil sayatan. Setelah itu, masukkan sayatan ke dalam tabung dan catat waktu mulai perendaman
- Setelah 30 menit, sayatan diambil dan diamati dengan mikroskop
- Hitung jumlah sel dalam satu bidang pandang mengalami plasmolisis. Larutan menyebabkan separuh dari jumlah sel mengalami plasmolisis dianggap mempunyai tekanan osmosis sama dengan cairan sel.
Catatan
:
- Pengamatan pertama : irisan yang ditetesi akuades (control).
- Sel dikatakan mengalami plasmolisis jika menunjukkan kecenderungan terlepas dari dinding sel terutama pada bagian sudut. Satuan tekanan osmosis sel : Pa (Pascal)
- Tekanan Osmosis Sel = ( 22,4 x M x T)/273
M : konsentrasi larutan, T : suhu ruang saat percobaan
(dalam satuan Fahrenheit).
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Dari
pengamatan yang dilakukan, hasil dapat disajikan pada tabel berikut
Tabel
3. Menghitung tekanan osmosis pada tumbuhan
NO
|
JENIS DAUN
|
TEKANAN OSMOSIS (PLASMOLISIS)
|
|||
Larutan uji
|
Jumlah Sel (control)
|
Jumlah Sel
Larutan uji
|
Tekanan Osmosis
|
||
1.
|
Tanaman hias
(Cordyline terminalis)
|
Glukosa 0.14
|
21
x 13 = 273
|
15
x 08 = 120
|
0,86
Pa
|
Glukosa 0.22
|
21
x 13 = 273
|
18
x 10 = 180
|
1,35
Pa
|
||
Glukosa 0.28
|
21
x 13 = 273
|
22
x 11 = 242
|
1,72
Pa
|
||
Suhu 240C
|
Suhu 75,20F
|
|
|||
2.
|
Tanaman Hias
(Cordyline terminalis)
|
Garam 0.14
|
21
x 13 = 273
|
16
x 10 = 160
|
0,86
Pa
|
Garam 0.22
|
21
x 13 = 273
|
18
x 10 = 180
|
1,35
Pa
|
||
Garam 0.28
|
21
x 13 = 273
|
18
x 11 = 198
|
1,72
Pa
|
||
Suhu 240C
|
Suhu 75,20F
|
|
Gambar 3
Judul :
Tekanan Osmosis Cairan Pada Sel Daun
Tujuan : Menghitung tekanan osmosis
cairan sel dengan metode plasmolisis
|
3.2 Pembahasan
Terjadinya osmosis pada sel
tumbuhan dipengaruhi oleh konsentrasi zat terlarut dalam sebuah larutan yang
ada di dalam sel. Larutan yang memiliki konsentrasi tinggi akan berpindah ke
konsentrasi yang lebih rendah sehingga jumlah sel mengalami perubahan.
Perlakuan uji coba tekanan osmosis
pada daun dengan menggunakan larutan glukosa dengan tiga konsentrasi yang
berbeda menunjukan bahwa pada saat daun Cordyline
terminalis
belum direndam dalam larutan glukosa maka jumlah selnya adalah sebanyak 273.
Pada saat direndam dalam larutan dengan konsentrasi 0.14 maka terhitung jumlah
selnya 120 dengan tekanan osmosis 0,86 Pa, selanjutnya menggunakan larutan konsentrasi
0.22, maka jumlah sel pada daun adalah 180 dengan tekanan osmosis 1,35 Pa, dan
untuk konsentrasi 0.28 jumlah selnya adalah 242 dengan tekanan osmosis 1,72 Pa.
Perlakuan
yang sama daun Cordyline terminalis
dengan menggunakan larutan garam (NaCl) pada tiga konsentrasi yang berbeda
menunjukan hasil yang berbeda yaitu pada saat daun direndam dengan larutan
garam pada konsentrasi 0.14 jumlah sel yang terhitung adalah 160 dengan tekanan
osmosis 0,86 Pa, selanjutnya konsentrasi 0.22 jumlah sel yang terhitung 180
dengan tekanan osmosis 1,35 Pa, dan perlakuan terakhir konsentrasi 0.28 maka jumlah
sel yang terhitung adalah 198 dengan tekanan osmosis 1,72 Pa.
Pada
kedua hasil uji coba yang dilakukan dapat diketahiu bahwa semakin banyak
konsentrasi zat terlarut dalam sebuah larutan maka tekanan osmosis semakin
besar.
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari
praktikum yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Semakin
besar konsentrasi larutan zat, maka tekanan osmosis semakin besar pula.
2. Tekanan
osmosis dipengaruhi oleh jumlah zat terlarut dalam larutan sel.
4.2 Saran
Dalam melaksanakan perlakuan pada uji
coba tekanan osmosis cairan pada sel disarankan agar dalam membuat larutan gula
dan garam diperlukan ketelitian agar konsentrasi zat yang dibuhtukan tepat dan
hasil pengamatan yang diperoleh dapat maksimal.
ACARA
4
IMBIBISI
AIR DALAM BIJI NANGKA
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Imbibisi
merupakan salah satu proses difusi yang terjadi pada tanaman. Imbibisi
merupakan masuknya air pada ruang interseluler dari konsentrasi rendah ke
konsentrasi tinggi. Proses imbibisi tidak melibatkan membran seperti pada
peristiwa osmosis. Imbibisi terjadi karena permukaan-permukaan struktur
mikroskopik dalam sel tumbuhan, seperti selulosa, butir pati, protein, dan
bahan lainnya yang dapat menarik dan memegang molekul-molekul air dengan gaya
tarik antarmolekul. Peristiwa imbibisi juga bisa dikatakan sebagai suatu proses
penyusupan atau peresapan air ke dalam ruangan antar dinding sel, sehingga dinding
selnya akan mengembang. Misalnya masuknya air pada biji nangka yang direndam
dalam air selama 15 menit.
Peristiwa imbibisi juga bisa
dikatakan sebagai suatu proses penyusupan atau peresapan air ke dalam ruangan
antar dinding sel, sehingga dinding selnya akan mengembang. Misalnya masuknya
air pada biji saat berkecambah dan biji yang direndam dalam air beberapa jam.
Perbedaan antara osmosis dan imbibisi yaitu pada imbibisi terdapat adsorban.
Ada dua kondisi yang diperlukan untuk terjadinya imbibisi adalah adanya
gradient potensial air antara permukaan adsorban dengan senyawa yang
diimbibisi. Imbibisi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu temperatur dan potensial
osmosis senyawa yang diimbibisi. Temperatur tidak mempengaruhi kecapatan
imbibisi, sedangkan potensial osmosis dapat
mempengaruhi. Saat biji nangka yang kering direndam dalam air, air akan masuk ke ruang antarsel penyusun endosperm secara osmosis. Peristiwa tersebut termasuk peristiwa imbibisi. Kecepatan imbibisi berbanding lurus dengan kenaikan suhu dan berbanding terbalik dengan kenaikan konsentrasi zat.
mempengaruhi. Saat biji nangka yang kering direndam dalam air, air akan masuk ke ruang antarsel penyusun endosperm secara osmosis. Peristiwa tersebut termasuk peristiwa imbibisi. Kecepatan imbibisi berbanding lurus dengan kenaikan suhu dan berbanding terbalik dengan kenaikan konsentrasi zat.
Dinding sel hidup selalu rembes dan
kadang-kadang dikelilingi oleh larutan cair yang bersinambung dari satu sel ke
sel lainnya, sehingga membentuk suatu jalinan pada seluruh tumbuhan. Dipandang
dari sudut hubungannya dengan larutan ini, sebuah sel tumbuhan biasanya dapat
dibandingkan dengan sistem osmosis tipe tertutup. Kedua selaput sitoplasma,
yaitu plasmalema di sebelah luar dan tonoplas di sebelah dalam, kedua-duanya
sangat permeabel terhadap air, tetapi relatif tak permeabel terhadap bahan
terlarut, sehingga untuk mudahnya seluruh lapisan sitoplasma itu dapat dianggap
sebagai membran sinambung dan semi-permeabel.
Banyak benda-benda kering atau benda
setengah padat dapat menyerap air (absorpsi) karena benda-benda tersebut
mengandung materi koloid yang hidrofil. Hidrofil artinya menarik air. Contoh
pada tumbuhan misalnya biji yang kering. Penyerapan air dipengaruhi faktor
dalam (disebut pula faktor tumbuhan) yaitu:
a. Kecepatan transpirasi : semakin
cepat transpirasi makin cepat penyerapan.
b. Sistem perakaran : tumbuhan yang
mempunyai system perakaran berkembang baik, akan mampu mengadakan penyerapan
lebih kuat karena jumlah bulu akar banyak.
c. Kecepatan metabolisme : karena proses
penyerapan memerlukan energi, maka semakin cepat metabolisme (terutama proses respirasi)
akan mempercepat penyerapan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu mengukur
imbibisi pada biji tanaman.
II.
METODE PRAKTIKUM
2.1
Waktu
dan Tempat
Hari / tanggal : Sabtu, 20 Desember 2013
Pukul :
10.00-15.00 wita
Tempat : Laboratorium Ilmu Dasar (LID)
STIPER Kutai Timur
2.2 Alat dan Bahan
a. Alat
1.
Timbangan analitik
2.
Beaker glass 250 ml
b.
Bahan
1.
Biji Nangka 46.75 gram
2.
Aquades atau air kran
2.3 Prosedur Kerja
- Timbang antara 10 biji nangka dengan timbangan analitik
- Rendam biji nangka dalam gelas beaker 250 ml yang diisi air 100 ml
- Angkat dan timbang kembali biji nangka, interval waktu perendaman selama 15 menit.
- Ukur air yang tersisa (ml) setelah biji nangka diangkat dari gelas beaker
- Ulangi kegiatan seperti di atas, dengan merendam sebanyak 10 biji nangka yang baru, lama perendaman 30 menit.
- Buatlah grafik hubungan waktu perendaman dengan banyaknya air yang diserap oleh biji nangka.
- Jumlah air yang diserap = berat biji nangka (sesudah direndam–sebelum direndam)
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Dari pengamatan
yang telah dilakukan diperoleh hasil berikut:
No
|
Jumlah Biji
|
Lama Rendam
(menit)
|
Berat Awal (gr)
|
Berat setelah
direndam (gr)
|
Vol air
awal (ml)
|
Vol air
akhir (ml)
|
Imbibisi (gr)
|
Imbibisi (ml)
|
1.
|
20
|
15
|
94.00
|
96.00
|
100
|
80
|
2.0
|
20
|
2.
|
15
|
15
|
65.00
|
66.50
|
100
|
91
|
1.5
|
9
|
3.
|
10
|
15
|
46.75
|
47.45
|
100
|
95
|
0.7
|
5
|
Tabel
4. Mengukur imbibisi pada biji nangka (Artocarpus
sp)
Gambar
4
Judul : Imbibisi air dalam biji
nangka (Artocarpus sp)
Tujuan : Mengukur imbibisi pada
tanaman
|
3.2 Pembahasan
Imbibisi
pada biji nangka (Artocarpus sp) menunjukan
bahwa air dapat menyusup kedalam dinding sel karena adanya ruang intraseluler
dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. Imbibisi mengakibatkan
pertambahan berat pada biji nangka dan berkurangnya volume air.
Pada
percobaan pertama dengan menggunakan 20 biji nangka dengan berat awal 94 garam
dan setelah direndam selama 15 menit maka pertambahan berat menjadi adalah 96
gram. Jadi uji coba pertama menunjukan imbibisi
sebanyak 2 gram. Pada percobaan yang kedua dengan menggunakan 15 biji
nangka dengan berat awal biji nangka adalah 65 gram, dan setelah direndam
selama 15 menit berat bertambah menjadi 66.50 gram. Jadi pada percobaan yang
kedua imbibisi air sebanyak 1.5 gram. Pada percobaan yang ketiga dengan
menggunakan 10 biji nangka dengan berat 46.75 dan setelah direndam selama 15
menit berat bertambah menjadi 47.45 gram. Jadi percobaan ketiga menunjukan
imbibisi sebanyak 0.70 gram.
Imbibisi
juga dapat diamati melalui perubahan volume air yang digunakan untuk merendam
biji nangka. Pada uji coba pertama volume air mula-mula adalah 100 ml, dengan
jumlah biji yang digunakan adalah 20, dan volume air berkurang menjadi 80 ml.
Jadi uji pertama menunjukan imbibisi air sebanyak 20 ml. Pada percobaan kedua
dengan menggunakan 15 biji nangka, volume air awal adalah 100 ml, dan setelah
direndam volume berkurang menjadi 91 ml. Jadi percobaan kedua menunjukan
imbibisi air sebanyak 9 ml. Pada percobaan ketiga dengan menggunakan 10 biji
nangka, volume air awal adalah 100 ml, dan setelah direndam volume berkurang
menjadi 95 ml. Jadi percobaan ketiga menunjukan imbibisi air sebanyak 5 ml.
Kedua
hasil pengamatan di atas menunjukan bahwa imbibisi menyebabkan pertambahan
berat pada biji nangka dan berkurangnya volume air. Semakin banyak banyak biji
yang direndam maka volume air akan semakin berkurang.
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari hasil uji coba imbibisi
air pada biji nangka (Artocarpus sp) dapat disimpulkan bahwa
pertambahan berat biji nangka setelah direndam disebabkan oleh masuknya air
kedalam biji tersebut, hal ini juga menyebabkan berkurangnya volume air.
4.2 Saran
Dalam melakukan uji coba imbibisi
air pada biji nangka (Artocarpus sp) disarankan
agar mengupas biji terlebih dahulu sebelum biji tersebut direndam. Hal ini
dimaksudkan agar air dapat masuk ke dalam biji secara optimal.
ACARA 5
MENGUKUR
TRANSPIRASI DENGAN FOTOMETER
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Transpirasi
adalah proses kehilangan air dari tubuh tumbuhan dalam bentuk uap. Transpirasi
pada tumbuhan terjadi melalui stomata kutikula dan lentisel. Sebagian besar
transpirasi terjadi melalui stomata. Faktor mempengaruhi membuka dan menutupnya
stomata yaitu intensitas cahaya, selisih kandungan uap air di udara dan ruang
antar sel, potensial air pada daun, suhu dan angin. Transpirasi berfungsi untuk menjaga kestabilan
temperatur daun, membentuk arus transpirasi atau daya isap daun, mengurangi air
yang berlebihan dalam tubuh tumbuhan serta mempengaruhi proses fotosintesis
(Bidwell, 1979).
Faktor lingkungan mempengaruhi transpirasi adalah
(Dwijoseputro, 1986) :
1.
Kelembaban : Gerakan uap air dari udara ke dalam
daun akan menurunkan laju neto dari air yang hilang, dengan demikian seandainya
faktor lain itu sama apabila stomata dalam keadaan terbuka maka kecepatan
difusi dari uap air keluar tergantung pada besarnya perbedaan tekanan uap air
yang ada di dalam rongga-rongga antar sel dengan tekanan uap air di atmosfer.
Jika tekanan uap air di udara rendah, maka kecepatan difusi dari uap air di
daun keluar akan bertambah besar begitu pula sebaliknya. Pada kelembaban udara
relatif 50% perbedaan tekanan uap air didaun dan atmosfer 2 kali lebih besar
dari kelembaban relatif 70%.
2.
Suhu : Kenaikan suhu 180–200 F cenderung
untuk meningkatkan penguapan air sebesar dua kali. Suhu daun di dalam naungan
kurang lebih sama dengan suhu udara, tetapi daun yang terkena sinar matahari
mempunyai suhu 100–200 F lebih tinggi dari pada suhu udara.
3.
Cahaya : Cahaya mempengaruhi laju transpirasi melalui dua cara yaitu:
a. Sehelai daun yang terkena sinar
matahari langsung akan mengabsorbsi energi radiasi.
b. Cahaya tidak usah selalu berbentuk
cahaya langsung dapat pula mempengaruhi transpirasi melalui pengaruhnya
terhadap buka-tutupnya stomata, dengan mekanisme tertentu.
4.
Angin : Angin cenderung untuik meningkatkan
laju transpirasi, baik didalam naungan atau cahaya, melalui penyapuan uap air.
Akan tetapi di bawah sinar matahari, pengaruh angin terhadap penurunan suhu
daun, dengan demikian terhadap penurunan laju transpirasi, cenderung menjadi
lebih penting daripada pengaruhnya terhadap penyingkiran uap air.
5.
Kandungan air tanah : Jika
kandungan air tanah menurun, sebagai akibat penyerapan oleh akar, gerakan air
melalui tanah ke dalam akar menjadi lebih lambat. Hal ini cenderung untuk
meningkatkan defisit air pada daun dan menurunkan laju transpirasi lebih lanjut.
Pada tanaman darat umumnya stomata itu kedapatan pada permukaan daun bagian
bawah. Pada beberapa tanaman permukaan atas dari daun pun mempunyai stomata
juga. Temperatur berpengaruh pada membuka dan menutupnya stomata. Lubang
stomata yang tidak bundar melainkan oval itu ada sangkut paut dengan intensitas
pengeluaran air. Juga yang letaknya satu sama lain di perantaian oleh suatu
juga jarak yang tertentu itu pun mempengaruhi intensitas penguapan. Jika
lubang-lubang itu terlalu berdekatan maka penguapan dari lubang yang satu malah
menghambat penguapan dari lubang yang berdekatan.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari kegiatan
praktikum yaitu mengukur transpirasi pada berbagai tanaman dengan alat
fotometer.
II.
METODE
PRAKTIKUM
2.1 Waktu dan Tempat
Hari/tanggal : Sabtu, 20 Desember 201
Pukul : 10.00-15.00 wita
Tempat : Laboratorium Ilmu Dasar
(LID) STIPER Kutai Timur
2.2 Bahan dan Alat
a. Bahan
1. Tumbuhan rambutan (Nephelium lappaceum)
2. Tumbuhan gaharu (Aguilaria sp)
3. Aquades atau air keran
4. Larutan eosin
5. Slotip
b.
Alat
1.
Thermohygrometer
2.
Statif 2 buah
3.
Klem 2 buah
4.
Potometer
2.3 Prosedur Kerja
- Siapkan statif dan potometer sehingga statif berada berdekatan pada bagian pipa potometer, tempatnya pada tumbuhan yang akan diukur transpirasinya.
- Masukkan air dalam pipa potometer sambil menutup dengan jari tangan pada bagian pipa berskala yang terbuka sampai penuh seluruh pipanya.
- Potong batang tumbuhan segar yang diameternya bisa masuk dalam pipa karet photometer, lalu masukkan secepatnya ke pipa karet dan klem pada statif supaya bisa berdiri tegak.
- Usahakan tidak ada udara terperangkap dalam pipa karet, batang tanaman cukup ketat sehingga tidak ada udara yang bisa masuk lewat pipa karet. Perkuat sambungan yang bocor dengan oleskan vaselin disambungannya.
- Kalau semua sambungan sudah tidak bocor, perhatikan cairan yang akan mengalir di ujung pipa berskala dengan menambahkan setetes larutan eosin pada ujung pipa tersebut.
- Amati perpindahan air dalam pipa berskala dalam tiap selang waktu tertentu
- Kalau air dalam pipa berskala sudah habis ulangi lagi meneteskan eosin di ujung pipa berskala.
- Ulangi percobaan ini 3X, kemudian catat kondisi cuaca (suhu dan kelembaban udara).
- Sebagian kelompok melakukannya di dalam ruangan, dan sebagian lagi di luar ruangan.
- Hitung rata-rata pengukuran dari semua parameter, dan hitung kecepatan transpirasi persatuan waktu.
III.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Dari pengamatan yang dilakukan,
maka hasil dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 5. Kecepatan
transpirasi
Tanaman
|
Kecepatan Transpirasi
|
||
Tetes
|
Waktu
|
Perpindahan air
|
|
Gaharu (Aguilaria sp)
|
1
|
1.23
|
8
|
2
|
1.44
|
9
|
|
3
|
2
|
10
|
|
Total
|
3 tetes
|
5’ 7 detik
|
27 ml
|
suhu
|
240C
|
||
Rambutan
(Nephelium lappaceum)
|
1
|
1.20
|
7.5
|
2
|
1.40
|
8.6
|
|
3
|
2.10
|
12
|
|
Total
|
3 tetes
|
5’ 10 detik
|
28.1 ml
|
Suhu
|
31.70C
|
Gambar
5
Judul : Mengukur Transpirasi Dengan Patometer
Tujuan : Mengukur transpirasi pada berbagai
tanaman
|
3.2 Pembahasan
Transpirasi
atau proses hilangnya air pada tumbuhan dalam bentuk uap dipengaruhi oleh
aktifitas stomata pada tumbuhan. Setiap tumbuhan memiliki kecepatan transpirasi
yang berbeda-beda. Untuk mengetahui kecepatan transpirasi pada tumbuhan, maka
dilakukan uji coba dengan menggunakan potometer.
Uji coba dengan menggunakan tanaman
gaharu (Aguilaria sp), percobaan pertama dengan meneteskan larutan eosin sebanyak satu
tetes, dalam waktu 1.23 menit dengan perpindahan air sebanyak 8 ml. Percobaan
kedua dengan menggunakan dua tetes larutan eosin, dalam waktu 1.44 menit, maka
perpindahan air sebanyak 9 ml. Percobaan ketiga menggunakan tiga tetes larutan eosin,
dalam waktu 2 menit, perpindahan air sebanyak 10 ml. Secara keseluruhan
transpirasi di dalam ruangan dengan suhu 240C selama 5 menit 7 detik sebesar 27 ml.
Uji
coba dengan tanaman rambutan (Nephelium lappaceum),
percobaan pertama dengan menggunakan 1 tetes larutan eosin dalam waktu 1.20
menit maka perpindahan air sebanyak 7.5 ml. Percobaan kedua dengan menggunakan
larutan eosin sebanyak 2 tetes dalam waktu 1.40 menit maka perpindahan air
sebanyak 8.6 ml. Percobaan ketiga menggunakan larutan eosin sebanyak 3 tetes
selama 2.10 menit maka perpindahan air sebanyak 12 ml. Secara
keseluruhan transpirasi di luar ruangan dengan suhu 31,70C selama 5 menit 10 detik sebesar 28.10 ml.
Dari
kedua uji coba yang dilakukan hasil menunjukan bahwa semakin tinggi suhu dan
berbagai tipe jenis tanaman berpengaruh terhadap hilangnya air pada tanaman.
IV.
KESIMPULAN
DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Setelah
melakukan praktikum ini dapat disimpulkan bahwa :
a.
Pada suhu 240C
(kondisi di dalam ruangan) kecepatan transpirasi tanaman gaharu (Aguilaria sp) adalah 27 ml dalam waktu 5 menit 7 detik.
b.
Pada suhu 31.70C
(kondisi di luar ruangan), kecepatan transpirasi tanaman
rambutan (Nephelium lappaceum) adalah 28.10 ml dalam waktu 5 menit 10 detik.
4.2 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan
setelah melakukan praktikum ini yaitu dalam melakukan uji coba transpirasi
dengan menggunakan potometer hal yang perlu diperhatikan yaitu jumlah
penggunaan larutan eosin dengan waktu yang digunakan dalam mengamati volume air
yang berpindah.
ACARA
6
UJI
BUSA PADA KAYU
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beberapa
kayu mengandung saponin atau sejenisnya. Saponin ini apabila dicampur dengan
air akan menimbulkan munculnya busa setelah dikocok. Munculnya busa sebagai
salah satu teknik untuk mengidentifikasi berbagai jenis kayu yang ada secara
makroskopis.
Saponin
adalah glikosida triterpena dan sterol, zat ini telah terdeteksi ± 90 suku
tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun,
serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis
sel darah. Dari segi ekonomi, saponin menjadi penting, tapi kadang-kadang
menimbulkan keracunan pada ternak atau karena rasanya yang manis. Pola
glikosida saponin kadang-kadang rumit, banyak saponin yang mempunyai satuan
gula. Komponen yang umum adalah asam glukoronat.
Sifat
khas saponin antara lain berasa pahit, berbusa dalam air, mempunyai sifat
detergen yang baik, mempunyai aktivitas hemolisis (merusak sel darah merah),
tidak beracun bagi binatang berdarah panas, mempunyai sifat anti eksudatif dan
mempunyai sifat anti inflamatori. Berdasarkan sifatnya, saponin mempunyai
kegunaan sangat luas, antara lain sebagai detergen, pembentuk busa pada alat
pemadam kebakaran, pembentuk busa pada sampo dan digunakan dalam industri
farmasi serta bidang fotografi (Prihatman, 2001). Pada tenak ruminansia,
saponin berpotensi sebagai agen defaunasi dalam manipulasi proses fermentasi di
dalam rumen. Penggunaan saponin yang ditambahkan ke dalam ransum dapat
menurunkan populasi protozoa rumen secara parsial atau keseluruhan.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini
yaitu mengidentifikasi adanya busa pada berbagai jenis kayu.
II.
METODE PRAKTIKUM
2.1
Waktu
dan Tempat
Hari/tanggal : Sabtu, 20 Desember 201
Pukul : 10.00-15.00 wita
Tempat : Laboratorium Ilmu Dasar
(LID) STIPER Kutai Timur
2.2 Alat dan Bahan
a. Alat
1. Timbanga digital
2. Tabung reaksi
3. Pisau
b.
Bahan
1. Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria)
2. Kayu Meranti Merah (Shorea leprosula)
3. Kayu Bangkirai (Shorea laevis)
4. Air suling
5. Tissue
2.3 Prosedur Kerja
- Sayatlah kayu yang akan diidentifikasi.
- Timbang sayatan tersebut 20 gr.
- Sayatan masukan ke dalam tabung reaksi.
- Isi tabung reaksi dengan air suling, lebih kurang seperlimanya.
- Tutuplah tabung reaksi dengan ibu jari.
- Lalu kocoklah beberapa saat.
- Perhatikan yang terjadi! hasil (+) apabila ada busa.
- Apabila hasil (-) jika tidak ada busa .
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Dari praktikum, maka hasilnya dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
Tabel 6. Busa pada berbagai jenis
kayu
Jenis
kayu
|
Busa
Pada Kayu
|
|||
Sayatan
(gr)
|
Volume
(ml)
|
Busa
|
Tidak
Ada Busa
|
|
Meranti
Merah (Shorea leprosula)
|
2
gram
|
20
ml
|
+
|
|
Sengon (Paraserianthes
falcataria)
|
2
gram
|
20
ml
|
+
|
|
Bangkirai
(Shorea laevis)
|
2
gram
|
20
ml
|
|
-
|
Gambar
6
Judul : Uji busa pada berbagai jenis kayu
Tujuan : Megidentifikasi adanya busa pada berbagai
jenis kayu
|
3.2 Pembahasan
Pada
percobaan uji busa kayu dengan memberikan perlakuan, yang diamati adalah adanya
busa pada tiga jenis kayu yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk
mengidentifikasi jenis kayu berdasarkan ada atau tidaknya busa yang dihasilkan.
Misalnya pada perlakuan yang diberikan ada kayu yang menghasilkan busa dan ada
yang tidak menghasilkan busa.
Uji
coba pada kayu Meranti merah (Shorea
leprosula) sebanyak 2 gram yang dimasukkan kedalam tabung reaksi berisi 20
ml air, setelah dikocok menunjukan adanya busa. Hal ini membuktikan bahwa
terdapat zat saponin pada kayu Meranti merah (Shorea leprosula).
Percobaan
kedua dengan menggunakan tanaman sengon (Paraserianthes falcataria) sebanyak 2 gram yang dimasukkan
kedalam tabung reaksi berisi 20 ml air, setelah dikocok menunjukan ada busa.
Hal ini membuktikan bahwa terdapat zat saponin pada kayu sengon (Paraserianthes falcataria).
Pada
percobaan ketiga dengan menggunakan kayu Bangkirai (Shorea laevis), sebanyak 2 gram yang dimasukkan kedalam tabung
reaksi berisi 20 ml air, setelah dikocok menunjukan tidak ada busa. Hal ini
membuktikan bahwa tidak terdapat zat saponin pada kayu Bangkirai (Shorea laevis).
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
Setelah
melakukan uji busa pada kayu, dapat disimpulkan tidak semua kayu menghasilkan
busa. Misalnya pada hasil percobaan dapat dibuktikan bahwa ada kayu yang
menghasilkan busa dan ada juga yang tidak menghasilkan busa. Hal ini dapat
dijadikan suatu metode dalam identifikasi berbagai jenis kayu.
4.2 Saran
Dalam
melakukan praktikum ini disarankan agar hati-hati dan teliti dalam
mengidentifikasi berbagai jenis kayu yang menghasilkan busa maupun yang tidak
menghasilkan busa, agar tidak terjadi kekeliruan dalam mengidentifikasi jenis
kayu yang digunakan sebagai uji coba.
ACARA
7
UJI
BINTIK PADA KAYU
I.
PENDAHULUAN
1.1 Landasan Teori
Beberapa kayu mengandung senyawa
folifenol. Kandungan folifenol ini apabila ditetesi dengan ammonium ferri
sulfat akan menghasilkan endapan berwarna hitam. Munculnya bintik setelah kayu
ditetesi sebagai salah satu teknik untuk mengidentifikasi dari berbagai jenis
kayu yang ada secara makroskopis.
Jenis-jenis
folifenol, yaitu :
a. Tanin, merupakan senyawa kimia terdapat luas dalam
tumbuhan berpembuluh, khusus dalam tumbuhan angiospermae terdapat dalam
jaringan kayu. Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin, yaitu tanin
terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi atau flavolan
secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin
tunggal (galokatekin) yang membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer
yang lebih tinggi. Ikatan karbon-karbon menghubungkan satu flavon dengan
satuan berikutnya melalui ikatan 4-6 atau 6-8. Kebanyakan flavolan
mempunyai 2-20 satuan flavon. Tanin terhidrolisis terdiri atas dua kelas,
yang paling sederhana ialah depsida galoiglukosa. Pada senyawa ini, inti
yang berupa glukosa dikelilingi oleh lima atau lebih gugus ester galoil.
Pada jenis yang kedua, inti molekul berupa senyawa dimer asam galat yaitu
asam heksahidroksidifenat, yang berikatan dengan glukosa. Bila
dihidrolisis, elagitanin ini menghasilkan asam elagat.
b. Lignin adalah komponen penyusun tanaman. Secara umum, tanaman
terbentuk dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Pada batang
tanaman, lignin berfungsi sebagai bahan pengikat komponen penyusun
lainnya, sehingga suatu pohon bisa berdiri tegak (seperti semen pada
sebuah batang beton). Berbeda dengan selulosa yang terutama terbentuk dari
gugus karbohidrat, lignin terbentuk dari gugus aromatik yang saling dihubungkan
dengan rantai alifatik, yang terdiri dari 2-3 karbon. Pada proses pirolisa
lignin, dihasilkan senyawa kimia aromatis yang berupa fenol, terutama
kresol.
c. Melanin adalah senyawa biologi yang ditemukan pada tanaman,
hewan, dan protista, yang berfungsi sebagai pigmen. Pigmen yang dihasilkan
biasanya merupakan turunan dari asam amino tirosin. Banyak jenis melanin yang
tidak larut di dalam garam. Jenis melanin yang paling umum adalah
eumelanin dan pheomelanin.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum ini yaitu mengidentifikasi
adanya bintik pada berbagai macam jenis kayu.
II.
METODE PRAKTIKUM
2.1
Waktu
dan Tempat
Hari/tanggal : Sabtu, 20 Desember 201
Pukul : 10.00-15.00 wita
Tempat : Laboratorium Ilmu Dasar
(LID) STIPER Kutai Timur
2.2 Alat dan Bahan
a.
Alat
1. Pipet
2. Tabung reaksi
3. Pisau
b.
Bahan
1. Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria)
2. Kayu Meranti merah (Shorea leprosula)
3. NH4Fe(SO4)2 4%
4. Tissue
5. Asam asetat glacial
6. H2SO4 10%
2.3 Prosedur Kerja
1. Buatlah
larutan sebagai bahan uji tetes
2. Larutan
dari campuran 4% NH4Fe(SO4)2 sebanyak 500cc + Asam
asetat glacial sebanyak 5cc + 10% H2SO4 sebanyak 6cc,
volume total 511cc.
3. Larutan
dimasukan ke botol berwarna gelap, disimpan pada tempat yang gelap dan dingin.
4. Sayatlah
kayu yang akan diidentifikasi.
5. Masing-masing
sampel 3 sayatan.
6. Teteskan
larutan tersebut dengan pipet pada permukaan kayu yang baru disayat.
7. Perhatikan
apakah terjadi perubahan warna serta waktu dan intensitasnya.
8. Perhatikan
yang terjadi!
Hasil sangat positif (++) perubahan
warna kurang dari 5 detik permukaan kayu dan larutan di atasnya berubah warna
menjadi hitam, setelah kering permukaan kayu menjadi hitam pekat.
Hasil positif ( + ) permukaan kayu
lambat terjadi perubahan warna, kurun waktu 5-15 detik permukaan kayu belum ada
perubahan warna yang jelas, setelah kering permukaan kayu menjadi hitam pekat.
Hasil negatif ( - ) permukaan kayu sangat lambat terjadi
perubahan warna, dalam waktu 60 detik permukaan kayu tidak ada perrubahan
warna, setelah kering permukaan kayu menjadi berwarna kelabu.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Dari
pengamatan yang dilakukan, hasil dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 7. Uji bintik pada berbagai jenis kayu
Jenis kayu
|
Bintik pada kayu
|
|||
Warna
|
Sangat Positif (++)
|
Positif
( + )
|
Negatif
( - )
|
|
Sengon
(Paraserianthes falcataria)
|
Putih
|
++
|
|
|
Meranti
merah
(Shorea leprosula)
|
Merah
|
++
|
|
|
Gambar
7
Judul : Uji bintik pada berbagai jenis kayu
Tujuan : Mengidentifikasi adanya bintik pada
berbagai kayu
|
3.2 Pembahasan
Percobaan
uji bintik pada kayu dengan perlakuan pada dua jenis kayu yang berbeda,
menunjukan adanya perbedaan pada kedua jenis kayu tersebut. Hasil pengamatan
ini bisa dijadikan salah satu cara mengidentifikasi jenis kayu yang ada di Kalimantan.
Pada percobaan pertama menggunakan
kayu sengon (Paraserianthes
falcataria) yang ditetesi dengan larutan yang terdiri
dari campuran 4% NH4Fe(SO4)2 sebanyak
500cc + Asam asetat glacial sebanyak 5cc + 10% H2SO4
sebanyak 6cc menunjukan hasil sangat positif (++) yaitu terjadi perubahan warna
pada permukaan kayu menjadi hitam kurang dari 5 detik.
Percobaan kedua menggunakan kayu
Meranti merah (Shorea leprosula) yang ditetesi dengan larutan yang terdiri dari campuran 4% NH4Fe(SO4)2
sebanyak 500cc + Asam asetat glacial sebanyak 5cc + 10% H2SO4
sebanyak 6cc menunjukan hasil sangat positif (++) yaitu terjadi perubahan warna
pada permukaan kayu menjadi hitam kurang dari 5 detik.
Pada kedua hasil uji coba di atas
menunjukan bahwa kayu sengon (Paraserianthes falcataria) dan kayu Meranti merah (Shorea
leprosula) memiliki zat polifenol.
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Setelah
melakukan praktikum uji coba bintik pada kayu, dapat disimpulkan :
a. Kandungan
polifenol dalam kayu sengon (Paraserianthes
falcataria) mengalami perubahan warna menjadi hitam dalam kurun
waktu kurang dari 5 detik.
b. Kandungan
polifenol kayu meranti merah (Shorea leprosula)
mengalami perubahan warna menjadi hitam dalam kurun waktu kurang dari 5
detik.
4.2 Saran
Dalam melakukan praktikum ini agar
hati-hati dalam mengambil sampel kayu yang diuji supaya tidak terjadi
kekeliruan dalam identifikasi jenis kayu.
ACARA
8
STOMATA
TANAMAN C3, C4 DAN CAM
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan
tipe fotosintesis, tumbuhan dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu C3, C4 dan
CAM (crassulacean acid metabolism).
Tumbuhan C4 dan CAM lebih adaptif di daerah panas dan kering dibandingkan
dengan tumbuhan C3. Namun tanaman C3 lebih adaptif pada kondisi kandungan CO2
atmosfer tinggi. Sebagian besar tanaman pertanian, seperti gandum, kentang,
kedelai, kacang-kacangan dan kapas merupakan tanaman dari kelompok C3. Tanaman
C3 dan C4 dibedakan oleh cara mereka mengikat CO2 dari atmosfir dan
produk awal yang dihasilkan dari proses assimilasi. Pada tanaman C3, enzim yang
menyatukan CO2 dengan RuBP. RuBP merupakan substrat untuk
pembentukan karbohidrat dalam proses fotosintesis pada proses awal.
Assimilasi,
juga dapat mengikat O2 pada saat yang bersamaan untuk proses
fotorespirasi. Fotorespirasi adalah proses respirasi, proses pembongkaran
karbohidrat untuk menghasilkan energi dan hasil samping, yang terjadi pada
siang hari. Jika konsentrasi CO2 di atmosfir ditingkatkan, hasil
dari kompetisi antara CO2 dan O2 akan lebih menguntungkan
CO2, sehingga fotorespirasi terhambat dan assimilasi akan bertambah
besar.
Pada
tanaman C4, CO2 diikat oleh PEP (yaitu enzim pengikat CO2
pada tanaman C4) yang tidak dapat mengikat O2 sehingga tidak terjadi
kompetisi antara CO2 dan O2. Lokasi terjadinya assosiasi
awal ini adalah di sel-sel mesofil (sekelompok sel-sel yang mempunyai klorofil
yang terletak di bawah sel-sel epidermis daun). CO2 yang sudah
terikat oleh PEP kemudian ditransfer ke sel-sel bundlesheath (sekelompok sel-sel di sekitar xylem dan phloem), kemudian
pengikatan dengan RuBP terjadi. Karena tingginya konsentasi CO2 pada
sel-sel bundlesheath ini, maka O2
tidak mendapat kesempatan untuk bereaksi dengan RuBP, sehingga fotorespirasi
sangat kecil, PEP mempunyai daya ikat yang tinggi terhadap CO2,
sehingga reaksi fotosintesis terhadap CO2 di bawah 100 m mol sangat
tinggi. Laju assimilasi tanaman C4 hanya bertambah sedikit dengan meningkatnya CO2
sehingga dengan meningkatnya CO2 di atmosfir, tanaman C3 akan lebih
beruntung dari tanaman C4 dalam pemanfaatan CO2 yang berlebihan.
Contoh tanaman C3 antara lain : kedele, kacang tanah, kentang. Contoh tanaman
C4 adalah jagung, sorgum dan tebu.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dalam praktikum ini untuk
mengetahui jumlah stomata, kerapatan stomata dan
kandungan klorofil pada tanaman C3, tanaman C4 dan tanaman CAM.
II.
METODE PRAKTIKUM
2.1 Waktu dan Tempat
Hari/Tanggal : Sabtu, 20 Desember 2013
Pukul :
10.00-15.00 Wita
Tempat :
Laboratorium Ilmu Dasar (LID) STIPER Kutai Timur
2.2 Bahan dan Alat
a. Bahan
1. Daun Tebu (Saccharum officinarum)
2. Daun Durian (Durio zibethinus)
3. Daun Nanas (Ananas comosus)
b. Alat
1.
Mikroskop
2.
Kaca penutup
3.
Silet yang tajam
4.
Pinset
5.
Gelas beaker
6.
Selotip
7. Kaca objek
2.3 Prosedur Kerja
- Sampel daun dipotong dengan ukuran 1 cm x 0.5 cm (secukupnya).
- Selotip transparan dipotong dengan ukuran ± 2 cm.
- Potongan daun dilekatkan pada selotip.
- Potongan daun dikupas atau dikerok menggunakan ujung pinset/ silet.
- Setelah kelihatan lapisan epidermis kemudian ditempelkan di objek glass.
- Objek glass diberi label dan siap diamati
- Pengamatan dilakukan dengan metode pemotretan mikroskopis.
Parameter yang diamati yaitu
:
- Jumlah stomata (terbuka dan tertutup) pada lapisan atas dan bawah daun pada perbesaran (40x10) diameter bidang pandang 5x10 mm = 0.5 mm.
- Kerapatan stomata.
- Butir klorofil per bidang pandang.
Rumus:
Luas bidang pandang =
¼ pd2
= ¼ x 3.14 x 0.5 = 0.1962mm
Kerapatan
stomata = jumlah stomata/luas bidang pandang
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Hasil
praktikum dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 8. Stomata
tanaman C3, C4 dan CAM
No
|
Jenis
|
Stomata Terbuka (atas)
|
Stomata Tertutup (atas)
|
Butir klorofil
|
Luas bidang pandang
|
Kerapatan stomata
|
1.
|
Daun
durian
(Durio zibethinus)
|
12
|
8
|
10 x11
|
0.19625
|
182.84
|
2.
|
Daun nanas
(Ananas
comosus)
|
11
|
6
|
6 x9
|
0.19625
|
86. 73
|
3.
|
Daun
tebu
(Saccharum
officinarum)
|
8
|
5
|
5 x7
|
0.19625
|
66. 33
|
No
|
Jenis
|
Stomata Terbuka (bawah)
|
Stomata Tertutup (bawah)
|
Butir klorofil
|
Luas bidang pandang
|
Kerapatan stomata
|
1.
|
Daun
durian
(Durio zibethinus)
|
12
|
8
|
10 x11
|
0.19625
|
182.84
|
2.
|
Daun nanas
(Ananas
comosus)
|
11
|
6
|
6 x9
|
0.19625
|
86. 73
|
3.
|
Daun
tebu
(Saccharum
officinarum)
|
8
|
5
|
5 x7
|
0.19625
|
66. 33
|
Gambar
8
Judul : Stomata Tanaman C3,C4, dan CAM
Tujuan : Mengetahui stomata dan kandungan klorofil
pada tanaman C3,C4,dan CAM
|
3.2 Pembahasan
Tingkat
fotosintesis pada tanaman C3,C4, dan CAM berbeda. Hal ini disebabakan karena
perbedaan stomata pada tanaman tersebut. Pada tanaman C3, stomata terbuka pada
siang hari, sedangkan pada tanaman C4, dan CAM stomata terbuka pada malam hari.
Hal ini dipengaruhi karna pada malam hari tanaman CAM melakukan respirasi.
Pada percobaan pertama menggunakan durian
(Durio zibethinus) jumlah stomata
yang terbuka adalah 12, jumlah stomata tertutup sebanyak 8, butir klorofil
sebanyak 111 sehingga diperoleh kerapatan stomata sebanyak 182.84. Durian (Durio zibethinus) merupakan contoh
tanaman C3.
Percobaan kedua menggunakan nanas (Ananas comosus) jumlah stomata yang
terbuka adalah 11, jumlah stomata tertutup sebanyak 6, butir klorofil sebanyak
54 sehingga kerapatan stomata sebanyak 86.73. Stomata tanaman nanas (Ananas comosus) biasanya membuka pada
malam hari dan merupakan salah satu contoh dari tanaman CAM.
Pada percobaan ketiga menggunakan
daun tebu (Saccharum officinarum)
jumlah stomata yang terbuka adalah 8, jumlah stomata tertutup sebanyak 5, butir
klorofil sebanyak 35 sehingga diperoleh kerapatan stomata sebanyak 66.33. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan salah
satu contoh tanaman C4.
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum ini dapat
disimpulkan bahwa jumlah stomata terbuka pada tanaman C3, lebih banyak daripada
tanaman C4, dan CAM. Stomata pada tanaman CAM membuka pada malam hari dan tidak
melakukan respirasi pada siang hari, sedangkan pangamatan dilakukan pada siang
hari.
4.2 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan
setelah melakukan praktikum ini yaitu pada saat mengamati stomata pada tanaman
tersebut diperlukan ketelitian agar dapat memperoleh hasil yang tepat.
ACARA
9
JAM
BIOLOGI PADA BERBAGAI JENIS TUMBUHAN
I.
PENDAHULUAN
1.1 Landasan Teori
Jam biologi adalah gerak membuka dan
menutupnya stomata atau gerak tidur pada tanaman. Semua organisme eukariot dan beberapa
organisme prokariot mempunyai jam biologi. Jam biologi dan berbagai irama
terjadi pada semua eukariot yang telah dipelajari dengan seksama termasuk
tumbuhan. Tumbuhan terbukti sebagai subjek untuk kajian mekanisme karena mudah diamati
pada tingkat sel dan tingkat biokimia, yaitu tempat berlangsungnya pengaturan
waktu. Organisme pasti mengalmi perubahan lingkungan seperti kecepatan angin
berubah nyata hampir setiap detik, suhu, tingkat cahaya dan kelembapan kadang
mungkin 5 atau 6 jam. Semua perubahan tersebut diperjelas adanya daur harian,
daur cuaca, dan daur pasang. Daur cuaca lazimnya berlangsung beberapa hari.
Kecendrungan cuaca mungkin
berhubungan daur iklim jangka panjang seperti pada penyebab abad es yang
terjadi dalam rentang waktu ratusan sampai ribuan tahun. Daur-daur tersebut
berkaitan dengan mekanisme sistem matahari. Dengan adanya perubahan lingkungan
menyebabkan organisme memperkirakan dan menyesuaikan diri agar mendapat
keuntungan dari perubahan yang ada.
Organisme memerlukan mekanisme jam
dan berbagai mekanisme lain yang terkait, waktu semestinya memilii paling
sedikit dua kumpulan sifat yaitu sistem waktu harus tepat tidak boleh
dipengaruhi oleh faktor tak terduga dari lingkungan organisme. Faktor yang
tidak dapat diperkirakan secara tepat seperti suhu, tingkat cahaya siang hari,
kecepatan angin, kelembapan dan sebagainya. Namun tanpa adanya sistem mekanik
dan elektronik arloji kita, jam biologi tidak seiring dengan perubahan
lingkungan sehingga tidak berguna bagi organisme, akan tetapi cara lain untuk
menjadikannya tepat yaitu jam biologi mungkin diatur berulang-ulang atau
diselaraskan secara temperatur oleh beberapa sifat yang dapat diandalkan dari
lingkungan organisme. Pengatur ulangan pada fajar atau petang dapat
mempertahankan kedudukan jam agar selaras dengan lingkungan walaupun akan
kehilangan atau memperoleh beberapa jam pada satu hari.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dalam kegiatan praktikum ini
yaitu untuk mengamati jam biologi pada berbagai jenis tumbuhan.
II. METODE PRAKTIKUM
2.1 Waktu dan Tempat
Hari/Tanggal : Sabtu, 20 Desember 2013
Pukul :
10.00-15.00 Wita
Tempat :
Laboratorium Ilmu Dasar (LID) STIPER Kutai Timur
2.2 Alat dan Bahan
a. Alat
1.
Jam tangan
2.
Alat tulis
b. Bahan
1.
Pohon mangga (Mangifera
indica)
2.
Tumbuhan putri malu (Mimosa
pudica)
2.3 Prosedur Kerja
1. Amatilah
tanaman yang diambil sebagai uji coba setiap jam 06.00 wita, 12.00 wita dan
pukul 18.00 wita.
2. Catatlah
perubahan dan gerakan yang terjadi setiap kali pengamatan.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 9. Jam biologi pada berapa jenis tanaman
Jenis
Tanaman
|
Bentuk
Daun (waktu/jam)
|
||
06.00
wita
|
12.00
wita
|
18.00
wita
|
|
Mangga
(Mangifera indica)
|
Mulai
terbuka
|
Terbuka
lebar
|
Menutup
(layu)
|
Putri
malu
(Mimosa pudica)
|
Tertutup
|
Terbuka
lebar
|
Menutup
(layu)
|
Gambar
9
Judul : Jam biologi
Tujuan : Mengamati jam biologi pada
tumbuhan
|
3.2 Pembahasan
Percobaan pertama yang diamati yaitu
pohon mangga (Mangifera
indica). Hasil pengamatan menunjukan bahwa setiap
pukul 06.00 wita daun mangga mulai terbuka. Pada pukul 12.00 wita daun mangga
terbuka lebar, sedangkan pada pukul 18.00 wita daun mangga mulai menutup (layu).
Hal ini menunjukan bahwa pola gerakan pohon mangga sesuai dengan jam biologi,
gerakan pada daun mangga sangat dipengaruhi oleh waktu, suhu dan kondisi
lingkungan.
Pada
percobaan kedua yang diamati yaitu tumbuhan putri malu (Mimosa
pudica). Hasil pengamatan menunjukan bahwa
setiap pukul 06.00 wita daun putri malu tertutup. Pada pukul 12.00 wita daun
putri malu terbuka lebar, sedangkan pada pukul 18.00 daun putri malu menutup (layu).
Selain aktivitas jam biologi, gerakan pada tumbuhan putri malu akan terjadi jika
terdapat sentuhan.
Gerakan
pada daun tanaman atau tumbuhan yang dijadikan untuk uji coba tergantung pada
waktu, suhu dan kondisi lingkungan yang ada. Seperti contoh pengamatan pada
tanaman mangga (Mangifera
indica) dan tumbuhan putri malu (Mimosa pudica). Hasil
pengamatan menunjukan bahwa suhu dan lingkungan sangat berpengaruh terhadap jam
biologi.
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Setelah melakukan kegiatan praktikum
dapat disimpulkan bahwa pohon mangga (Mangifera indica) dan tumbuhan putri malu (Mimosa pudica) telah mengalami jam biologi dengan aktivitas berbeda-beda
pada pukul 06.00 wita, 12.00 wita dan 18.00 wita.
4.2 Saran
Dalam
melakukan praktikum ini sebaiknya mahasiswa harus lebih sabar dalam mengambil
data hasil pangamatan supaya hasil yang diperoleh lebih baik.